BANJARMASIN – Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banjarmasin, Herliadi mencatat, ada 32 narapidana kasus korupsi (tipikor) yang saat ini mendekam di Lapas yang ditanganinya.
Dua di antaranya merupakan tahanan KPK. Namun, ia menjalani hukumannya di sebuah penjara yang dikenal sebagai penjara Teluk Dalam.
Salah satunya adalah Abdul Wahid. Mantan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) itu divonis 8 tahun penjara dan denda Rp. 500 juta oleh Pengadilan Tipikor Banjarmasin pada Agustus 2022.
“Sisanya merupakan tahanan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Kalimantan Selatan,” ujarnya, kemarin (6/2) sore.
Selain itu, Herliadi mengungkapkan sebagian besar terpidana korupsi yang menjalani hukuman di Lapas Teluk Dalam berasal dari penyidikan kasus korupsi di Kota Banjarmasin.
“Jumlahnya mencapai 17 orang,” jelasnya.
Beberapa di antaranya mantan Kepala Kesbangpol Kota Banjarmasin, Kasman. Dan mantan Kepala Staf Bank BRI Cabang A Yani Banjarmasin, Mochammad Zanuar.
Tak hanya dari Kota Banjarmasin, Lapas Teluk Dalam juga menjadi penjara bagi para koruptor dari daerah lain.
Beberapa di antaranya adalah Didi Ansari yang merupakan tahanan dari Kejaksaan Negeri Kotabaru.
Kemudian, ada Ahmad Romansyah dan Sapriansyah, tahanan dari Kandangan Kejari, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), dan Yahya alias Sayed Yahya Assegaf, tahanan dari Kejaksaan Negeri Martapura, Kabupaten Banjar.
“Sel atau kamar semua napi korupsi ada di Blok F. Mereka terpisah dari napi lain seperti koruptor dan narkoba,” ujarnya.
Meski terpisah, Herliadi menegaskan perlakuan terhadap narapidana korupsi tetap sama dengan narapidana lainnya. Termasuk haknya. Seperti jadwal kunjungan keluarga dan pengurangan hukuman penjara.
“Pekerjaan kami sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tanpa pilih kasih dan diskriminasi,” imbuhnya.
Belakangan, Herliadi menuturkan, selama menjalani masa penahanan di Lapas Teluk Dalam, dirinya menilai semua narapidana korupsi sudah menunjukkan peningkatan.
Hal ini dibuktikan dengan perilaku aktif dan tertib para terpidana korupsi yang mengikuti berbagai pelatihan. Mulai dari pelajaran agama. Dan seterusnya.
“Kami berharap pembinaan yang diberikan dapat menyadarkan mereka. Bahwa tindakan korupsi yang dilakukan adalah salah. Dan itu merupakan perbuatan melawan hukum,” pungkasnya.
Salah satu terpidana korupsi, Kasman, membenarkan bahwa selama menjalani pelatihan di Lapas Teluk Dalam, dirinya tidak pernah dibedakan dengan narapidana lainnya.
“Kami mendapat perlakuan yang sama. Dan alhamdulillah saya baru saja mendapat kunjungan dari istri saya,” ujarnya.
Diakui pula, kasus korupsi pembangunan Terminal Kilometer 6 yang menjeratnya memberinya banyak pelajaran dalam hidupnya.
“Sekarang, kami hanya menjalani hukuman yang telah dijatuhkan. Ambil hikmahnya. Kalau sudah gratis, tentu tidak akan terulang lagi,” ujarnya.
Diketahui, Putusan Kasasi No.1840K/PID.SUS/2019 tertanggal 23 Juli 2019 menjadi dasar Kejaksaan Banjarmasin mengeksekusi Kasman di Lapas Teluk Dalam pada Jumat (8/4) 2022.
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Kasman hanya divonis dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider enam bulan kurungan. (zkr/perang)