Sebanyak 75 jamaah pengajian asal Tangerang Selatan gagal berangkat umroh melalui PT Tanur Muthmainnah Tour (TMT) Cabang Bekasi. Sekretaris Jenderal Forum Silaturahmi antar Travel Haji dan Umrah (Forum Sathu) Muharom Ahmad mengatakan kasus gagal berangkat umroh tidak bisa diminimalisir jika asosiasi tidak dilibatkan dalam pembinaan dan pengawasan.
Untuk itu kata dia, sekarang menjadi kesempatan bagi DPR dan Kemenag melibatkan asosiasi sebagai fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap PPIU sebagai anggota dari asosiasi. Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan DPR dan Kemenag untuk mengurangi kasus gagal berangkat sering terjadi ini.
“Pertama mumpung revisi UU Haji dan Umrah ini masuk di prolegnas maka usulan Forum Sathu hendaknya asosiasi diberi peran sebagai pengawasan dan pembinaan,” katanya.
Menurutnya, hanya asosiasi yang bisa mendeteksi dini apakah PPIU itu bisa memberangkatkan atau tidak jamaahnya. Karena asosiasi mengetahui betul bagaimana mekanisme memberangkatkan jamaah umroh maupun haji tanpa sistem ponzi.
“Kenapa perlu dilibatkan karana asosiasi bisa deteksi dini lebih awal,” katanya.
Muharom menyampaikan, usulan kedua Kemenag diminta untuk segera membentuk penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Pembentukan ini merupakan amanah Pasal 112 Undang-undang haji dan umroh 8 Nomor 2019.
“Dengan adanya PPNS ini bisa terdeteksi dini sejak awal dan dilakukan penindakan terhadap PPIU yang melanggar,” katanya.
Ketiga perlu ada kepastian bahwa asuransi yang telah dibayar oleh setiap jamaah harus bisa mengganti ketika PPIU tidak bisa memberangkatkan. Menurut perintah undang-undang ini setiap jamaah harus membayar asuransi yang sudah ditawarkan dalam paket umroh.
“Karena asuransi sudah dibayarkan jamaah di dalam paket, maka ketika jamaah gagal berangkat ada perlindungan untuk tetap bisa diberangkatkan melalui mekanisme asuransi atau travel yang lain,” katanya.