Puasa bulan Ramadhan 1444 Hijriyah (tahun 2023) sudah 5 hari dijalankan. Inilah masa selama 30 hari yang paling ditunggu-tunggu di Indonesia. Juga di berbagai belahan dunia. Sampai gedung putih (istana presiden Amerika), dan istana Buckingham di Inggris, mengucapkan selamat pada datangnya bulan Ramadhan. Di dalam negeri, dan seluruh negeri muslim, bulan puasa tahun (2023) ini disambut sukacita. Pertama kali puasa Ramadhan “bebas” dari PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat).
Shalat tarawih (dan shalat wajib 5 waktu) sudah kembali dengan shaf barisan rapat. Tiga kali Ramadhan (tahun 2020, 2021, dan 2022), pelaksanaan ibadah puasa bagai bertambah berkah, karena terasa lebih berat. Terutama himpitan ekonomi dampak PPKM level 4, 3 (dengan ke-gawat-an). Mobilitas sangat dibatasi. Banyak yang kehilangan nafkah. Pedagang usaha mikro, ultra-mikro, tutup lapak. Terutama usaha kecil ekonomi tutup operasional.
Karena mobilitas orang sangat dibatasi. Usaha ke-wisata-an yang biasa ramai, juga harus tutup usaha. Usaha wisata religi lokal (berupa tur Wali, kunjungan ke tempat tokoh agama), juga terdampak pandemi CoViD-19. Bahkan ziarah paling popular, Umroh, tutup selama dua tahun. Pernah dibuka pada pertengahan Oktober 2020, tetapi di-moratorium lagi pada Pebruari 2021. Selama 4 bulan, seharusnya sekitar 2.600 jamaah Indonesia bisa berangkat umroh.
Setelah kesempatan menunaikan umroh dibuka kembali, sebanyak 76 ribu muslim Indonesia melaksanakan umroh. Hanya dalam waktu sepuluh pekan. Berdasar hadits shahih, umroh pada bulan Ramadhan, pahalanya disetarakan dengan ibadah haji. Maka umroh pada bulan Ramadhan, menjadi “incaran” muslim se-dunia, termasuk rakyat Indonesia. Sebelum pandemi, animo masyarakat Indonesia ber-umroh pada bulan Ramadhan bisa mencapai 100 ribu. Termasuk yang diberangkatkan dari bandara Juanda, Sidoarjo. Walau dengan tarif lebih mahal (sekitar Rp 32 juta).
Namun konon, pelayanan perjalanan umroh telah lebih baik. Saat ini terdapat 201 penyelenggara umroh berlisensi. Bulan Ramadhan di dalam negeri, tak beda dengan di Arab Saudi. Tidak ada lagi cerita ke-tidak mampu-an berbuka puasa, karena tidak ada bahan pangan. Seluruh mushala, dan masjid, pasti menyediakan konsumsi berbuka puasa. Bahkan di jalan raya juga dibagikan bingkisan bukia puasa. Bukan sekadar ta’jil (makanan ringan pembuka). Melainkan menu makan lengkap (nasi, lauk, dan minuman).
Solidaritas, dan persaudaraan sesama muslim, tumbuh kuat pada bulan Ramadhan. Terutama penyediaan makanan, sedekah uang, dan berbagai bantuan sosial lain. Secara adat budaya (dan syariat), bulan Ramadhan disambut dengan sukacita. Sebulan Ramadhan, kesalehan sosial meningkat. Kesantunan sosial makin terasa. Sebaliknya, perilaku permusuhan di-mampat-kan. Termasuk posting ujaran kebencian, dan ghibah pada media sosial.
Ramadhan memiliki fungsi rekreatif yang sangat bermanfaat untuk memulihkan spirit dan inovasi. Selama sebulan puasa, hampir seluruh paradigma (pola pikir) dan tindakan, dilakukan dengan “standar” Ramadhan. Terasa lebih ramah dengan tumbuhnya inner quotient (kecerdasan dari dalam diri). Sukses mengendalikan diri bukan hanya takut terhadap ancaman hukum undang-undang (dan syariat), melainkan kesadaran murni.
Tiada muslim rela ketinggalan momentum Ramadhan. Terutama buka puasa bersama (Bukber). Tak terkecuali bukber kalangan ASN (Aparatur Sipil Negara). Presiden telah menyatakan, puasa Ramadhan tahun ini tanpa PPKM. Namun masih terdapat Kementerian yang “over acting” melarang buk-ber. Kini sudah diralat. Karena pandemi di seluruh dunia nyata-nyata semakin melemah. Hanya perlu perlindungan diri sesuai situasi.
Seluruh negara muslim sedang meng-geber vaksinasi. Juga di Arab Saudi, sebagai tempat peziarahan muslim sedunia. Termasuk melaksanakan vaksin pada bulan Ramadhan.
——— 000 ———