REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat frekuensi kejadian bencana pada minggu ketiga Maret mulai berkurang. Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana BNPB Abdul Muhari mengatakan, penurunan tersebut terlihat jika dibandingkan dengan kejadian bencana pada puncak musim hujan pada Januari-Februari.
“Sebetulnya sejak awal Maret, frekuensi kejadian bencana mingguan kita agak berkurang. Jadi, misalnya di puncak musim hujan Januari-Februari, frekuensi kejadian bencana kita 60-70 kejadian per minggu. Dan sekarang ini kita ada 47 kejadian,” kata Muhari seperti dikutip dari keterangannya dalam briefing bencana BNPB, Senin (27/3/2023).
Muhari mengatakan, bencana hidrometeorologi basah masih mendominasi pekan ini. Namun, bencana hidrometeorologi basah saat ini berbeda dengan puncak musim hujan pada Januari dan Februari lalu.
Dia menjelaskan, jika Januari-Februari ditandai dengan musim hujan dengan atau intensitas hujan frekuensi kejadian hujan berulang cukup lama.
“Jadi biasanya kalau terjadi banjir biasanya hujan sore sampai sore, banjir ini pagi sampai siang, sore hari akan surut dan sore hujan lagi, sehingga durasi genangan sangat lama,” ujarnya.
Hal inilah yang menyebabkan banjir di wilayah Jawa Tengah beberapa waktu lalu berlangsung cukup lama. Sementara curah hujan saat ini, lanjut Muhari, cenderung sangat tinggi namun waktunya singkat.
Menurutnya, kondisi ini terkadang menimbulkan bahaya sekunder lain, yakni longsor. Ia mencontohkan peristiwa longsor di Kota Bogor pekan lalu serta banjir dan longsor di Kabupaten Bogor yang mengakibatkan empat orang meninggal dunia.
“Ini sebaran spasialnya, jadi kalau kita lihat Jawa masih dominan, tapi kemudian awal pekan lalu kita sampaikan Sumatera bagian tengah ke utara agak hati-hati karena masih ada potensi ekstrim. cuaca atau curah hujan tinggi, ini juga kalimantan dan sulawesi, nusa tenggara barat juga mendominasi di dompu, cukup banyak keluarga yang terkena dampaknya,” katanya.
Sementara untuk pulau demi pulau di Sumatera tidak ada wilayah yang tergenang, meski terjadi banjir di empat lokasi. Begitu juga di Jawa, tidak ada yang tergenang tapi cuacanya ekstrim.
“Jadi misalnya minggu lalu masih ada genangan di Pati Kudus dan yang lain sekarang sudah surut tapi masih ada cuaca ekstrim, angin kencang yang sekali lagi baik dengan maupun tanpa hujan,” ujarnya.
Kemudian di Kalimantan masih terjadi banjir di hulu Sungai Tengah, karena adanya faktor akumulasi atau konvergensi yang turut meningkatkan curah hujan di wilayah tersebut.
“Dan kita lihat faktor cuaca yang mempengaruhi bencana hidrometeorologi basah dalam sepekan terakhir, mulai 20 Maret kita lihat Sumatera dan Kalimantan dengan pola awan agak tinggi, tapi kalau di sini di Sumsel cukup tinggi, tapi banjir terjadi di Sumatera Utara dan Aceh. ,” katanya.