Diperbarui: 2 April 2023 19:53
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Pada suatu senja yang seharusnya selalu berbinar keromantisan atau kehangatan langit jingga, namun tidak di kebun pisang Haji Tok. Sebuah percakapan sangat tidak biasa antara Haji Tok dan seorang pemuda yang bimbang. Begini percakapannya:
Haji Tok : Piye Le, kog ketok galau?
Pemuda: Pakaji, ngobrolnya pakek bahasa Indonesia aja lah. Biar seantero nusantara paham obrolan kita.
Haji Tok : Wahahaha..bocah kog ora PeDe karo basa jawa. Yowes karepmu wes. Gemana jang bujang kok kelihatan galau?
Pemuda: Aku lagik putus cinta Pakaji. Duniaku hancur berantakan remah remah roti kering. Angker mirip pu’un jati di musim kemarau.
Haji Tok: Kalimatmu kuwi..membuatku tidak percaya kalau kau sedang putus cinta. Lha wong putus cinta saja kau mendadak bisa jadi pujangga yang aduhai, apalagi kalau sedang jatuh cinta. Wanita mana yang tidak klepek-klepek sama kalimatmu jang. Hahaha
Pemuda: Ngece tenan kowe ji! Pakaji, aku mau bunuh diri aja nggantung di pu’un pisangnya ente! Buat apa aku hidup tanpa Casandra ji! Tali mana tali ji!
Haji Tok: Wahahaha.. sek tow jang. Aku tanya satu hal: apa motivasimu buat bunuh diri?
Pemuda: Owalah ji Kaji orang mau bunuh diri pertanyaanmu kayak orang lagi nginterview kerja. Motivasiku jelas biar selesai sudah masalahku merasakan sakit hati putus cinta sama Casandra.
Haji Tok: Utekmu ki pancen segedhe utek lele! Lha (mu)kamu pikir dengan kamu bunuh diri lalu selesai sudah masalahmu? Terlalu gegabah kamu boy.. Iya memang benar masalah sakit hati yang kamu rasakan memang selesai. Tapi sungguh kamu sedang menjemput masalah yang lebih besar lagi boy..yang sungguh aku tidak dapat memberimu solusi.
Pemuda: Apa ji? Masalahku selesai dengan meninggalkan dunia yang fana ini ji.