Luas lahan kritis di kawasan Tabalong yang perlu ditanami saat ini mencapai 4.046 hektare.
Hal itu disampaikan Bupati Tabalong, H Anang Syakhfiani saat menghadiri rapat koordinasi revolusi hijau di Pendopo Bersinar, Selasa (11/4).
“Jumlah lahan kritis di Tabalong 4.964 hektare, dari tahun 2017 sampai 2023 yang sudah ditanami seluas 918 hektare. Sisanya 4.046 hektare tinggal kita cari di mana ini,” ujarnya.
Anang mengatakan, melalui gerakan revolusi hijau yang dicanangkan Gubernur Kalsel, setidaknya lahan kritis di Tabalong bisa dihijaukan.
“Ini program yang sangat penting dan harus kita dukung karena kita akan menerima manfaatnya,” ujarnya.
Dia juga ingin lahan kritis ini dihutankan kembali dalam waktu dua tahun.
“Kita pukuli saja, nanti saya minta Camat untuk mengkoordinir desa masing-masing,” ajaknya.
Khusus untuk kepala desa, ia mengingatkan agar hal itu tidak dianggap sebagai tugas tambahan, melainkan bagian dari tugas pokok dan tanggung jawabnya.
“Jadi untuk menciptakan lingkungan yang baik dan terkendali kita harus menanam,” ujarnya.
“Saya harap Camat dan Kades mensosialisasikan apa yang kita dapatkan dari rapat koordinasi gerakan revolusi hijau ini,” kata orang nomor satu di Bumi, Saraba Kawa.
Ia juga berpesan kepada Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) dan kepala desa untuk menyisihkan sebagian dana desa untuk mendukung pelaksanaan gerakan revolusi hijau.
“Baik untuk sosialisasi maupun kegiatan penanaman. Nanti akan kami atur dalam peraturan bupati tentang pedoman pelaksanaan penyusunan APBDes tahun 2024,” ujarnya.
Pengelolaan lahan kritis melalui gerakan revolusi hijau membutuhkan dukungan dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan.
“Makanya tadi saya tanya apakah benihnya sudah siap atau belum, karena kalau benih belum siap maka sia-sia gerakan ini kita luncurkan,” kata Anang.
Anang mengatakan Tabalong harus diutamakan dalam gerakan revolusi hijau ini.
“Sebentar lagi Tabalong akan berbatasan dengan ibu kota nusantara, jadi sangat tidak enak jika orang IKN menyebut lahan kritis tetangga masih ribuan hektare,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Tata Air, Rehabilitasi Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel, Alip Winarto mengungkapkan, luas lahan kritis di Kalsel pada 2013 seluas 641.580 hektare, kemudian terjadi penurunan pada 2018 menjadi 511.594 hektare. .
“Ini merupakan indikasi bahwa gerakan revolusi hijau berkontribusi terhadap perbaikan lingkungan di Provinsi Kalimantan Selatan,” jelasnya.
Alip menambahkan, dalam gerakan ini, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai perpanjangan tangan Dinas Kehutanan Kalsel siap bertindak sebagai fasilitator.
“Ditunjang dengan ketersediaan bibit yang akan disediakan oleh Balai Pembibitan Tanaman Hutan Kalsel dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Barito,” tutupnya.