Baru-baru ini, sosok yang dikenal sebagai Ida Dayak, dukun tradisional asal Kalimantan, viral di media sosial dengan mengenakan pakaian bermotif khas pulau Kalimantan. Setiap lokasi yang dikunjungi Ida Dayak selalu penuh dengan pasien. Seperti pengalaman dua hari lalu di Kompleks Perumahan Kostrad Cilodong, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Sejak dini hari, jalanan sudah ramai dengan lalu lalang orang dan mobil.
Bahkan berdasarkan informasi yang saya dapat, saat Ida Dayak berada di Kostrad, Ida Dayak membatasi pasien setiap hari hingga 30 orang/pasien, namun yang datang bisa hanya sekedar dilihat, atau mencoba peruntungan untuk berobat. Setiap kali merawat pasien, Ida Dayak selalu menghadirkan fitur-fitur yang interaktif dan menarik. Keahlian medis Ida Dayak adalah merawat pasien dengan masalah tulang.
Yang paling menarik pada sosok Ny. Ida Dayak adalah dalam merawat pasien, Ida Dayak terlihat menggunakan minyak oles. Penggunaan minyak biasa pada pijat dan obat urut, untuk memudahkan dalam memijat kaki yang sakit.
Namun, dengan kesaktian Ibu Ida, masyarakat dibuat bertanya-tanya akan kehebatan minyak ini, dan apa manfaat minyak ini. Meski belum bisa dipastikan, kemungkinan minyak yang digunakannya berasal dari Kalimantan asli yang dikenal sebagai bahan baku obat, seperti bawang dayak, akar laka, gaharu dan lain-lain.
Keajaiban Ny. Dayak dan minyak olesnya -selain kemampuannya untuk mengobati pasien- membuat saya berfikir tentang sebuah hasil alam non hutan dari kalimantan yang unik, potensial namun belum begitu populer di masyarakat indonesia, mirip dengan tengkawang atau bahasa daerahnya biasa disebut tengkawang. disebut enkabang.
Minyak/lemak tengkawang dibuat dari biji buah meranti. Saat ini kita lebih mengenal pohon meranti sebagai penghasil kayu lapis dan kayu bangunan yang berkualitas baik. Namun banyak yang belum mengetahui bahwa biji buah meranti dari beberapa jenis pohon menghasilkan minyak/lemak yang secara tradisional digunakan oleh masyarakat Kalimantan sebagai bahan campuran makanan, pembuatan lilin, sabun, dan bahan campuran terutama kosmetik. bahan.
Dunia kosmetik sangat membutuhkan tengkawang di satu sisi, sedangkan di sisi lain persediaan minyak tengkawang masih terbatas. Karena itu, harga minyak tengkawang memiliki nilai ekonomis. Namun, potensi ekonomi pengelolaan minyak tengkawang belum mendapat perhatian serius. Kami tetap memilih menggunakan kayu langsung untuk kebutuhan industri kayu.
Tengkawang sendiri merupakan lemak atau minyak dari biji beberapa pohon meranti, terutama meranti merah yang juga dikenal dengan nama Borneo Illipe Nut. Terdapat sekitar 16 jenis pohon meranti (Shorea) penghasil tengkawang, 13 jenis meranti merah yang sebagian besar endemik Kalimantan Barat, 3 jenis lainnya tergolong kayu Balau yang tersebar di Sumatera dan Semenanjung Malaysia serta Kalimantan.
Mengingat sebagian besar tengkawang terdapat di Kalimantan Barat, sudah sepantasnya jika tengkawang menjadi maskot provinsi Kalimantan Barat. Meskipun banyak jenis Shorea yang bisa digunakan untuk membuat Tengkawang, namun yang populer dan menjadi pilihan utama adalah jenis Tengkul atau Tengkawang Tengkawang. Shorea stenoptera karena memiliki ukuran buah yang paling besar.
Jika tipe Shorea stenoptera tidak bisa ditemukan dan sulit, sehingga biasanya orang menggantinya dengan menggunakan from Shorea panga Dan Shorea macrophylla. Di habitat alaminya -secara teori- pohon tengkawang tidak berbunga setiap tahun, panen raya rata-rata berlangsung 3-5 tahun, namun menurut informasi di Kabupaten Bengkayang terdapat pohon tengkawang yang dapat bereproduksi setiap tahun.
Pengamatan yang sama juga terjadi pada beberapa jenis tengkawang yang ditanam di lokasi konservasi ex situ di Pulau Jawa, misalnya. Shorea panga dan S. macrophylla. Dalam kondisi perubahan iklim global saat ini, diperkirakan tidak akan terlalu mempengaruhi proses reproduksi pohon-pohon tersebut.
Namun demikian, bukan berarti meranti jenis lain tidak juga menghasilkan minyak tengkawang, mengingat jenis-jenis tersebut memiliki kesamaan ciri morfologi, biologi dan ekofisiologi. Ada 267 spesies meranti-merantian di Indonesia dari hampir 600 spesies di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak meranti yang berpotensi menghasilkan minyak tengkawang.
Pada 1990-an, ketika tengkawang menjadi primadona dan komoditas unggulan Kalimantan Barat, daerah ini mengekspor 3.519,2 ton tengkawang dengan nilai transaksi US$7.707.800. Angka yang cukup tinggi. Namun, dengan laju deforestasi yang cepat dan hilangnya habitat serta tidak adanya regenerasi meranti penghasil tengkawang, produksi terus menurun bahkan permintaan di pasar internasional terus meningkat.
Untuk menghasilkan lemak/minyak tengkawang, selama ini yang dilakukan adalah biji buah meranti yang diperoleh melalui proses pengasapan tradisional (atau menggunakan peralatan yang relatif sederhana) untuk menghasilkan minyak tengkawang yang seperti mentega.
Ekstrak asam lemak biji tengkawang memiliki sifat yang mirip dengan biji kakao, namun memiliki kandungan asam lemak bebas (FFA) dan titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan kakao. Fitur ini sangat penting karena akan mempengaruhi penggunaannya dalam industri kosmetik, karena minyak tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Di pasar internasional, lemak yang diperoleh dari tengkawang dikenal sebagai lemak Kalimantan Hai mentega hijau. Lemak tengkawang digunakan sebagai bahan baku alternatif atau pengganti cocoa butter yang disebut cocoa butter equivalent.setara dengan mentega kakao/CBE), pengganti mentega kakao (pengganti mentega kakao/CBS) dan pengganti mentega kakao/CBR).
Minyak tengkawang diduga dapat mengembalikan elastisitas kulit sehingga mencegah penuaan dini, menghaluskan kulit kasar, kulit yang terpapar sinar matahari dan menyembuhkan luka. Selain itu, minyak tengkawang dapat digunakan untuk perawatan rambut karena dapat merangsang produksi sebum dan melembabkan rambut.
Seiring dengan tumbuhnya kesadaran akan kesejahteraan yang berkelanjutan – terutama karena kesadaran akan pentingnya menjaga alam, terutama karena perubahan lahan dan perubahan iklim di seluruh dunia, orang mulai mencari produk komersial yang terbuat dari sumber daya hayati lokal. produk perawatan kulit berbasis sumber daya hayati lokal, termasuk minyak tengkawang yang berpotensi menggantikan minyak kelapa sawit untuk industri kosmetik.
Pencarian saya menghasilkan beberapa tempat pasar online yang menjual minyak sawit dan memiliki beberapa produsen perawatan kulit yang menggunakan minyak kelapa dalam campuran bahan untuk produk perawatan kulit.
Saat ini ada beberapa upaya peningkatan pemanfaatan biji tengkawang di masyarakat, antara lain produksi lemak/mentega tengkawang oleh masyarakat di Desa Sahan, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, pembuatan arboretum tengkawang di bekas tambang Dirjen. PPKL-KHLK, pembuatan alat pengolahan biji tengkawang Desa Sahan, pabrik produksi minyak tengkawang di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
Harga buah tengkawang yang belum kering harganya Rp 1.500/kg, buah kering Rp. 3.000/kg. Sedangkan Rp. 150.000,00 (berdasarkan informasi tahun 2021-2022).
Karena tingginya potensi tengkawang, dan nilai ekspor yang ada, maka harus ada kerjasama antara industri dan riset untuk pengembangan tengkawang agar dapat kembali mendominasi pasar global karena tengkawang hanya terdapat di Indonesia dan merupakan pasar potensial.
Kendala yang ada saat ini yaitu harga jual yang tidak sesuai, ketersediaan pasar yang konstan dan waktu panen yang berbeda menjadi kendala efisiensi pemanfaatan tengkawang.
Oleh karena itu kerjasama dilakukan dari tingkat hulu hingga hilir. Di hulu, penelitian pengembangan terus dilakukan untuk menghasilkan produk yang lebih baik dan lebih baik serta ditemukan produk baru, sedangkan hilir adalah proses pemasaran hingga sampai ke tangan konsumen.
Dengan optimalisasi pemanfaatan tengkawang, banyak hal yang bisa dicapai, seperti menjaga kekayaan budaya adat masyarakat Dayak – khususnya pemanenan buah tengkawang di hutan adat, harus mengikuti ritual yang ada.
Selain itu, tengkawang dapat ditanam sebagai pohon lokal untuk rehabilitasi lahan, pencegahan bencana, pengurangan risiko perubahan iklim sebagai penyerap karbon, dan tak terkecuali dapat menjadi pengungkit dan penggerak perekonomian masyarakat, sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. 1 Tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Keanekaragaman Hayati.