Luas Kota Banjarbaru menyusut. Sebelumnya ibu kota provinsi Kalimantan Selatan ini memiliki luas 37.138 ha, kini menjadi 30.515 ha. Hal itu tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang baru saja disahkan. Tepatnya di Bab II tentang Ruang Lingkup.
Fakta itu diungkapkan anggota Pansus VI DPRD Banjarbaru, Nurkhalis. Dia menjelaskan, penyusutan ini karena adanya perubahan peraturan yang menjadi dasar hukum penetapan luas suatu wilayah. Tepatnya setelah terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2020 tentang Batas Daerah Kabupaten Banjar dan Kota Banjarbaru. Dilanjutkan dengan Permendagri Nomor 11 Tahun 2021 tentang Batas Daerah Kabupaten Tanah Laut dan Kota Banjarbaru.
Sedangkan luas yang lama (37.138 ha) masih mengacu pada UU Nomor 9 Tahun 1999. Nurkhalis melihat perubahan itu akibat cara mengukur luas wilayah administrasi yang berbeda. “Saya tidak tahu cara perhitungan yang digunakan undang-undang saat itu,” katanya kepada Radar Banjarmasin, kemarin (24/4).
Secara rinci, Kecamatan Landasan Ulin meliputi wilayah seluas 7.393,62 ha. Kecamatan Liang Anggang dengan luas 7.483,44 ha. Kemudian Kecamatan Cempaka dengan luas 11.453,48 ha. Kabupaten Banjarbaru Utara dengan luas 2.687,67 ha. Dan terakhir Kabupaten Banjarbaru Selatan seluas 1.497,06 ha.
Namun, dia menegaskan, “hilangnya” 7 ha tidak mempengaruhi patok batas kota. “Batas-batas itu masih tertanam kuat pada titik-titik koordinat yang sudah ditetapkan,” imbuhnya. Sehingga dia meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan penyusutan ini. “Bukan karena pengurangan atau pergeseran patok batas. Sekali lagi saya tegaskan, ini hanya karena perbedaan cara mengukurnya saja,” imbuh politikus PKS tersebut.
Perda RTRW yang baru juga mengubah luasan area kantor Pemprov Kalsel di Cempaka. Alhasil, luas kawasan lindung di sana juga berubah. Untuk fungsi perkantoran, semula seluas 212 ha, bertambah menjadi 349 ha. Sedangkan fungsi kawasan lindung menyusut menjadi 181 ha dari semula 212 ha.
Diakui Khalis, DPRD tidak bisa berbuat banyak terkait pengalihan fungsi kawasan lindung. “Hasil koordinasi dengan pemerintah provinsi, mengacu pada Perda RTRW provinsi yang sedang disusun. Mau tidak mau harus kita ikuti,” ujarnya. Lantas, apakah alih fungsi lahan ini akan berdampak pada kondisi lingkungan?
“Efeknya pasti ada, tapi menurut saya semuanya sudah dipelajari secara menyeluruh. Mengenai batas-batas wilayah yang ditoleransi untuk dijadikan perkantoran,” jawabnya.
“Selama konstruksinya benar, saya kira kita tidak perlu khawatir,” katanya.