Setelah melakukan pertemuan di Jakarta pada Kamis (25/5), para pemimpin dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, menyampaikan beberapa pesan penting terkait Pemilu 2024. Kedua organisasi tersebut sepakat bahwa isu polarisasi masyarakat dan praktik politik identitas merupakan isu penting yang tidak boleh diabaikan.
Ketua Umum Pengurus Besar NU, Yahya Cholil Staquf, meyakini bahwa perpecahan dalam masyarakat harus dihindari dan bahwa kandidat yang bertarung dalam pemilu mendatang haruslah berfokus pada agenda kebangsaan. Untuk mencegah polarisasi itu, NU memandang kepemimpinan moral sangat dibutuhkan. Kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut ingin melaksanakan tanggung jawabnya dengan menghadirkan keteladanan sikap, terutama lewat seruan-seruan moral.
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menilai bahwa politik di Indonesia dalam beberapa waktu diwarnai oleh dua hal, yaitu konsesi-konsesi politik yang dibangun melalui koalisi dan munculnya banyak pernyataan politik bernada kompetitif, yang cenderung mengarah pada polarisasi. Muhammadiyah mendorong visi kebangsaan untuk menjadi bahan diskusi politik para kontestan dan menyatakan bahwa ada tanggung jawab moral setiap elit, untuk membuat pernyataan dan langkah-langkah yang tidak mengarah pada polarisasi.
Kedua organisasi Islam tersebut juga bersikap tegas terkait praktik politik identitas yang membahayakan masyarakat. NU memandang politik identitas sebagai politik yang hanya menyandarkan penggalangan dukungan, berdasarkan identitas-identitas primordial. Sedangkan Muhammadiyah menyebut politik identitas mengedepankan politisasi terkait isu suku, agama, ras, dan golongan atau SARA.
Pertemuan yang dilakukan oleh dua pemimpin organisasi tersebut membahas sejumlah isu lainnya, termasuk bahwa Pemilu 2024 harus berlangsung tidak hanya sesuai asas dan bermartabat, tetapi juga memiliki visi dan arah moral. Mereka juga meminta para politisi untuk mewujudkan visi kebangsaan dengan fondasi yang telah diletakkan oleh para pendiri bangsa. NU dan Muhammadiyah berencana untuk menggelar dialog lebih rutin untuk membahas berbagai persoalan kebangsaan.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyambut baik pesan-pesan yang disampaikan oleh kedua organisasi Islam tersebut. Dia meminta semua organisasi masyarakat di Indonesia yang menjadi kelompok strategis untuk bertemu dan menyuarakan pesan yang senada. Namun, dalam kenyataannya, praktik politik identitas tidak mudah dihilangkan dan sulit untuk dicabut karena naluri manusia akan mengidentifikasi dirinya ke kelompok sosial. Upaya untuk menekan kecenderungan tersebut harus didukung oleh kognitif sosial dan peran media dalam membantu masyarakat agar dapat menggunakan hak suaranya pada pemilu 2024 berdasarkan informasi yang mereka peroleh, dan lalu mereka olah.