Aliansi Aktivis Nasional Mobil Jakarta menggelar aksi mendesak Komisi VII DPR RI memanggil dan memeriksa Wakil Gubernur Kalsel dan PT Anugerah Tujuh Sejati (ATS). Perkara ini terkait putusan Pengadilan Nomor 7/Pdt.G/2020/PN Rta antara Muhammad Taberani dengan PT. Tujuh Penghargaan Sejati dan Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan Kabupaten Tapin.
Dalam putusan tersebut, sebagai tergugat PT. Seven True Award dan PT. Energi Coal Lestari merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi yang dikeluarkan oleh Bupati Tapin. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, Pasal 135 menyatakan bahwa pemegang IUP eksplorasi atau IUPK eksplorasi hanya dapat melakukan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah, pasal 136 menyatakan ayat (1) Pemegang IUP dan IUP sebelum melakukan operasi produksi harus menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Koordinator Aksi Irwan Abdul Hamid mengungkapkan, Mahkamah dalam putusannya menyatakan perbuatan Tergugat adalah Melawan Hukum dengan segala akibat hukumnya.
“Makanya kami mendesak DPR untuk segera memanggil dan memeriksa Wagub Kalsel dan PT ATS,” kata Irwan dalam sambutannya di depan DPR, Jakarta, (29/5/23).
Irwan menambahkan, sangat ironis perjuangan para penggugat dalam rentang waktu yang relatif lama lebih dari dua tahun dan menghabiskan banyak biaya untuk mencari keadilan, kepastian hukum dan perlindungan hukum, belum menemukan titik terang untuk pembayaran tanah. .
“Bahwa Mahkamah Agung dalam putusannya menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil. Selain itu, PT. ATS diharuskan membayar material batubara yang telah dijual kepada pemilik tanah karena selama ini tidak ada itikad baik dalam menyelesaikan tuntutan penggugat,” jelasnya.
Selain itu, aliansi yang tergabung dalam Gerakan Aktivis Nasional Jakarta mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut izin PT. Seven True Award dan meminta Mahfud MD selaku Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia bersama Menteri ESDM untuk membentuk Tim Investigasi.
“Karena percuma melapor ke polisi, baik Mabes Polri maupun Polda Kalsel maupun Polres Tapin dan penyidik yang menangani pelaporan pidana, sepertinya mereka takut dengan PT. ATS dan kroni-kroninya, termasuk pejabat Kalsel, ” dia berkata.