Forum tertinggi Pengurus Daerah Nahdlatul Ulama (PW NU) Kalsel bernama Musyawarah Wilayah (Konferwil) yang dibubarkan IX. Pemberhentian ini dilakukan Pengurus Besar NU atau PB Prof Dr KH Moh Mukri, Jumat (9/6/2023) malam.
Padahal, konferensi ini memiliki beberapa agenda yang sangat penting bagi organisasi agar tetap dapat melayani kemaslahatan umat. Agendanya antara lain menyusun program yang akan menjadi alur organisasi periode 2023-2028. Kemudian membuat berbagai rekomendasi internal dan eksternal. Apalagi lagi memilih ketua tanfidziah PW NU Kalsel untuk lima tahun ke depan.
Bukan hal yang aneh jika setiap konferensi memunculkan kandidat yang siap bersaing dan berjuang untuk menjadi nomor satu. Namun, penghentian konferwil membuat calon harus mengurungkan niatnya.
Salah satu calon yang berhasil ditemui usai dibubarkannya Munas IX adalah H. Syaifullah Tamliha, S.Pi, MS, Sabtu (10/6/2023). Dihadapan sejumlah awak media, aktivis PB PMII di era kepemimpinan H. Muhaimin Iskandar ini mengaku sangat senang dengan dinamika yang terjadi.
Ia menilai, pengambilan keputusan PB NU yang didasarkan pada ditemukannya kesalahan prosedur yang diatur dalam organisasi tidak memperlambat langkahnya. Bahkan, hal itu semakin menguatkan niatnya untuk membesarkan NU di Kalsel, berbekal rekomendasi dari 11 dari total 15 Branch Manager (PC NU) se-Kalsel, untuk tetap bersamanya. Meski kelanjutan konferensi regional masih menjadi misteri.
“Ya, saya mengikuti semua yang menjadi kewenangan PB NU, seperti menghentikan muktamar atau melaksanakannya kembali nanti, meski batas waktunya belum ditentukan, bahkan mungkin setelah Pemilu 2024 nanti,” ujarnya.
Namun, dia menyayangkan penghentian konferensi ini. Meski berdasarkan aturan yang ada mengatur usulan nama calon anggota AHWA disampaikan kepada panitia konferensi paling lambat satu hari sebelum konferensi diselenggarakan. Panitia pelaksana bahkan PBNU yang datang ke Konferwil juga harus memeriksa semua perlengkapan sebelum Konferwil dimulai.
Idealnya hal ini tidak boleh terjadi, karena persoalan ini harus dilihat dan diperhatikan secara keseluruhan. Apakah panitia conferwil sudah memberitahukan kepada peserta (PC NU) sebelum conferwil diadakan? Atau bisa juga karena faktor lain.
“Ini bisa jadi kesalahan peserta tapi bisa juga disebabkan oleh panitia atau sebaliknya, bahkan bisa jadi karena perbedaan dukungan. Ya kenapa tidak melakukan pendekatan dan musyawarah, agar muktamar regional tetap berjalan, demi keberlangsungan organisasi,” jelasnya.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari PPP ini tak memungkiri akan berhadapan dengan petahana Dr. KH. Abdul Hasib Salim, MAP (Anggota DPRD Kalsel dari Fraksi PDI Perjuangan) bersama Rais Syuriah KH. Muhammad Ramli. Bahkan tidak menutup kemungkinan calon lain seperti KH. Fauzan Shaleh dan Nasrullah AR hingga KH. Darul Quthni yang dikenal sebagai juru kunci Masjid Raya Sabilal Muhtadin.
“Setahu saya, untuk itu 11 PC NU sepakat menuliskan satu nama, yakni Dr KH. Muhammad Husein Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banjar sebagai Rais Syuriah PW NU Kalsel, jika Saya mencalonkan diri sebagai ketua tanfidziah,” lanjutnya.
Menurutnya lagi, 15 Musyawarah Wilayah PCNU yang diikuti yakni Banjarmasin, Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Barito Kuala (Batola), Tapin, Hulu Tengah Sungai (HST), Hulu Sungai Selatan (HST) dan Hulu Utara Sungai (HSU). . Lalu Tabalong, Balangan, Tanah Laut, Tanah Bumbu, Kotabaru. Serta dua cabang khusus; PCNU Alabio dan Kelua tak perlu dihentikan. Karena mempertaruhkan nama besar NU Kalsel yang dikenal sebagai basis nahdiyin terbesar di Indonesia.
“Mohon PBNU bila ingin melanjutkan Musyawarah IX NU Kalsel yang ditunda, saya selalu siap dan 11 PC NU juga berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan ini,” ujarnya.
Dipastikan pula masyarakat yang mengikuti Konferwil NU Kalsel di Pondok Pesantren Rakha Amuntai tidak hanya dari kalangan NU saja. Sejumlah organisasi keagamaan dan lainnya juga memantau konferensi regional tersebut. Apalagi, kawasan konferensi ini memiliki sejarah dengan KH. Idham Chalid yang telah memimpin PB NU selama 28 tahun. Tentu menjadi rekor dan berbagai penilaian.
“NU memiliki AD/ART dan produk hukum lainnya. Tapi jangan korbankan itu semua dengan menghentikan konferwil. Saya tidak dirugikan dengan pemutusan hubungan kerja ini, tetapi organisasi dan masyarakat yang merasakan dampaknya,” pungkasnya.