Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) Banjarmasin akan menata kembali kawasan RPH Basirih menjadi kawasan yang layak dan ideal. Sampai pada tahap perencanaan dan akan dilaksanakan, layanan ini dihadapkan pada masalah lain.
Keinginan membenahi kawasan Rumah Potong Hewan (RPH) Basirih sudah digembar-gemborkan DKP3 Banjarmasin sejak lama. Rencananya, selain membenahi kawasan RPH, pihaknya juga akan membangun kembali Rumah Pemotongan Unggas (RPU) di kawasan tersebut. Alasannya karena RPH dan RPU yang ada saat ini jauh dari memadai.
Di sisi lain, berdasarkan catatan Radar Banjarmasin, Komisi II DPRD Banjarmasin juga sudah mendapat perhatian, tepatnya pada Mei 2022.
Di RPU, misalnya. Selain itu infrastruktur tidak lagi memadai dan banyak yang rusak. Kemudian, kawasan itu juga terlihat kumuh.
Kemudian, komisi II juga menyoroti pengelolaan dan penanganan sampah di RPH dan RPU. Tak pelak, desakan untuk segera melakukan perbaikan kembali mengemuka. Namun nyatanya, realisasinya nihil. DKP3 Banjarmasin saat itu beralasan, untuk membenahi kawasan yang terletak di Jalan Tembus Mantuil, Kecamatan Banjarmasin Selatan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Selain itu, perbaikan juga ditujukan untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen. Sebagaimana tertuang dalam ketentuan dan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, keamanan dan mutu berbagai produk pangan yang akan dikonsumsi harus aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).
Lalu, bagaimana progres rencana peningkatan kawasan saat ini? Kepala DKP3 Banjarmasin, M Makhmud mengatakan, upaya pembenahan masih dalam tahap perencanaan.
“Pengolahan. Mulai dari perencanaan, pelelangan, kontrak pembangunan,” ujarnya, Kamis (8/6) sore di Balaikota. Apakah rencana itu akan dilaksanakan tahun ini, Makhmud tampaknya belum bisa memberikan kepastian. Ia hanya mengatakan, rencana perbaikan sudah masuk dalam pengadaan barang atau jasa (PBJ). Dana yang dikucurkan untuk perbaikan, sekitar Rp 6 miliar.
Di sisi lain, Makhmud menginginkan kawasan RPH dan RPU lebih sesuai dan modern. Mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Kemudian, selain daging yang dihasilkan dari RPH dan RPU yang memenuhi syarat, juga agar mampu bersaing dengan produk daging beku di supermarket atau ritel modern.
“Misalnya untuk ayam beku,” tegasnya. Belakangan, berita lain tersiar. Rencana pembenahan kawasan RPH dan RPU mendapat protes dari para pekerja yang tinggal di kawasan tersebut. Berdasarkan informasi yang beredar, muncul protes karena kawasan tersebut akan disterilkan dari perumahan. Perumahan pekerja di kawasan RPH dan RPU akan ditertibkan atau dibongkar. Artinya, tidak ada lagi pekerja yang tinggal atau menetap di daerah tersebut.
Dikonfirmasi adanya rencana penertiban, Makhmud tak menampik. Ia mengatakan, ke depan kawasan RPH dan RPU akan bebas dari pemukiman warga. Kemudian, itu juga akan dipagari. Sehingga kedepannya menjadi RPH dan RPU yang ideal.
“Seperti di kota-kota lain,” tegasnya. Lalu, bagaimana dengan protes buruh? Makhmud, jawab singkat saja. Dia hanya menegaskan, rencana perbaikan tetap akan dilakukan. Alasannya karena lahan tempat RPH dan RPU tersebut berada adalah milik Pemko Banjarmasin.
Ditanya mengapa buruh tinggal di sana, Makhmud mengaku tidak tahu. Menurut dia, rumah tersebut dibangun sendiri oleh para pekerja. Kalaupun ada bangunan yang dibangun oleh dinas, itu hanya untuk keperluan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di sana. Lalu, apakah hunian lain yang berdiri di sana merupakan hunian liar yang berdiri di atas tanah milik pemkot? Makhmud, tampak enggan menanggapi. Lalu beri penekanan saja.
“Kalau ada pemukiman, dan tidak dibangun oleh Pemko, maka akan kami sesuaikan (gratis, red),” pungkasnya. Sementara itu, berdasarkan informasi yang dihimpun Radar Banjarmasin, rencana penertiban permukiman sudah dimulai.
Pada Senin (5/6), Satpol PP Banjarmasin diketahui mendatangi kawasan RPH. Mengunjungi tempat tinggal yang ada di sana. Dikonfirmasi terkait hal tersebut, Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Satpol PP Banjarmasin, Ahmad Rasul membenarkan hal tersebut.
Bahkan, dia menegaskan, pihaknya tidak hanya melakukan sosialisasi. Tapi, beri juga peringatan. “Berdasarkan tahapan yang dilakukan. Seminggu kemudian, mungkin akan kami berikan surat peringatan (SP) pertama,” ujarnya, Kamis (8/6) siang. Dan untuk menuju ke langkah itu, menurutnya dilakukan oleh Divisi Penindakan di Satpol PP Banjarmasin.
Dari data yang ada di Satpol PP Banjarmasin, jumlah warga yang tinggal di sana cukup banyak. “Dan dari informasi yang kami terima, mereka mengaku sudah lama bekerja di sana. Dan tidak menutup kemungkinan, saat bekerja di kawasan RPH, mereka dipersilakan untuk menempatinya,” jelasnya.
“Tapi kami belum tahu apakah mereka bekerja sama dengan UPT RPH atau bekerja sama dengan pihak lain,” imbuhnya. Rasul juga tak memungkiri, rencana penertiban itu menuai protes dan keberatan dari warga yang tinggal di sana. “Mereka juga meminta informasi, siapa yang mau membereskan. Tapi kami katakan, kami hanya menjalankan perintah dari pimpinan saja,” pungkasnya.
Terpisah, keberadaan pekerja yang tinggal di kawasan RPH juga dibenarkan oleh Kepala UPT RPH di sana, Agus Siswadi. Ia mengatakan, mereka adalah pekerja di bekas RPH atau RPU yang berada di Jalan Ahmad Yani Banjarmasin, kilometer 1. “Jauh sebelum RPH dan RPU dipindahkan ke sini (Jalan Tembus Mantuil),” ujarnya saat dikonfirmasi Kamis (8/6). ) malam.
“Saya baru empat tahun memimpin rumah jagal ini, mereka sudah ada,” tegasnya. Agus menuturkan, dari total sembilan kepala keluarga yang tercatat tinggal di kawasan RPH tersebut, beberapa di antaranya merupakan bawahannya alias honorer RPH. “Total penerima honorer UPT RPH ada belasan orang. Tiga atau lima di antaranya termasuk yang tinggal di sini,” ujarnya.
Sedangkan yang lainnya, menurut Agus, bekerja sebagai bawahan pemilik ternak berupa sapi di RPH.
Disinggung soal protes terkait penertiban rumah, menurut Agus, sudah ada pertemuan antara perwakilan warga dengan Ketua DKP3 Banjarmasin. Namun, dia mengaku belum mengetahui bagaimana kelanjutannya. “Tapi dari yang saya dengar, mereka siap meninggalkan ruang terbuka hijau dan kemudian menyewa rumah di luar ruang terbuka hijau. Dengan catatan, semua harus keluar. Tidak ada yang tinggal atau bermukim di RTH itu,” ujarnya. “Saya sudah sampaikan, agar mereka bisa mengerti. Bahwa rencana perbaikan kawasan bukan atas nama orang. Tapi atas nama pemerintah,” ujarnya. (war/az/war)
Protes Karena Tidak Ada Kejelasan
Para pekerja yang tinggal di kawasan RPH Basirih sangat paham bahwa tanah beserta RPH dan RPU yang sedang dibangun adalah milik Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin. Sehingga ketika suatu saat kawasan itu akan dirombak, sehingga harus membongkar perumahan untuk para pekerja, mereka mengaku suka atau tidak suka. “Karena ini milik pemerintah kan,” ujar seorang pekerja, Tolal Hasan, (9/6).
Namun, menurut dia, yang menjadi masalah adalah pihaknya protes, karena pemberitahuan rencana pembongkaran perumahan tersebut begitu mendadak.
Ia pun mengaku tidak mengetahui alasan mengapa hunian yang sudah lama berdiri dan ditinggali itu justru dibongkar. “Tiba-tiba Satpol PP datang ke sini. Mengajukan surat dan mengatakan akan dibongkar tempat tinggalnya,” ujarnya. Tola, bekerja sebagai penjagal hewan di RPH Basirih sejak tahun 2022. Sebelumnya, dia bekerja sebagai penjagal di rumah potong hewan di kawasan kilometer 1, Jalan Ahmad Yani , Banjarmasin Ketika lokasi RPH tempat dia bekerja dipindahkan ke Jalan Tembus Mantuil (RPH Basirih, red) dia juga didatangkan.
Dikatakannya, di RPH sebelumnya, para pekerja dipersilakan untuk menempati RPH tersebut. Begitu pula saat bekerja di RPH Basirih. “Tapi tiba-tiba, mereka ingin disiplin,” katanya.
Tola mengatakan, beberapa waktu lalu, dia hanya mendengar dari percakapan orang. Bahwa perumahan pekerja yang tinggal di RPH Basirih akan digusur. “Dan beberapa hari kemudian, ternyata Satpol PP datang dan menyerahkan surat peringatan untuk mengevakuasi gedung tersebut,” imbuhnya.
Tola mengaku menanyakan kepada personel Satpol PP yang datang menanyakan apa alasan pembongkaran tersebut. Namun, tidak pernah mendapat jawaban. Kemudian, kata Tola, sehari setelah Satpol PP datang, bersama pekerja lain yang tinggal di kawasan RPH, ia mengunjungi kantor DKP3 Banjarmasin di kawasan Desa Benua Anyar.
Mereka mempertanyakan maksud dan tujuan mengapa tempat tinggal yang mereka tempati hendak dibongkar. “Tapi saat kami berkunjung, kepala dinas tidak ada. Beberapa karyawan juga terlihat seperti ingin bersembunyi,” katanya.
Keesokan harinya, Tola mengaku kembali mengunjungi kantor DKP3 Banjarmasin. Kali ini, mereka bisa bertemu dengan kepala layanan. Namun anehnya, jawaban yang didapat kurang memuaskan. “Kami hanya disuruh keluar dari RPH. Jika demikian, kami jelas keberatan. Kami tidak tahu apa artinya itu,” katanya.
Saat ditanya apakah sudah mendengar ada perbaikan atau perbaikan di kawasan RPH Basirih, Tola mengaku tidak tahu. Namun, menurut dia, jika ada perbaikan, mau tidak mau, pihaknya akan menyetujuinya. Meski begitu, menurut dia, pembongkaran atau penghancuran hunian tersebut masuk dalam rencana pembenahan.
“Tapi paling tidak kita minta dua atau tiga bulan ke depan, untuk merapikan hunian,” ujarnya. “Itu juga sudah kami sampaikan kepada kepala dinas dan Satpol PP. Mari kita bongkar sendiri, agar material yang ada bisa digunakan kembali,” harapnya. “Dan satu lagi, kalau memang harus keluar dari RPH, harus jalan semua. Tidak boleh ada pekerja yang tinggal di sini,” tegasnya. Di sisi lain, Tola juga berharap ada solusi dari instansi terkait. jika perumahan pekerja di RPH dibongkar.
“Setidaknya sediakan tempat untuk kami istirahat. Atau taruh alat kerja seperti golok, pisau dan sebagainya,” pintanya.
“Kalau dari luar ke RPH Basirih mondar-mandir membawa parang dan pisau, kok tiba-tiba ditangkap polisi? Sulit, bukan? Padahal parang atau pisau yang dibawa itu untuk keperluan kerja,” pungkasnya. Sunarah juga mengatakan hal yang sama, dia adalah istri Tola. Setiap hari dia menemani suaminya bekerja. daerah.
“Kami sudah puluhan tahun di sini. Siapa yang tidak kaget kalau tiba-tiba disuruh bongkar dan pindah,” katanya. Sunarah kemudian menunjukkan surat yang diserahkan Satpol PP Banjarmasin. Dari surat tersebut diketahui bahwa surat tersebut dibuat oleh DKP3 Banjarmasin pada tanggal 25 Mei 2023.
Bunyinya peringatan pertama tentang evakuasi gedung. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa demi kelancaran rencana pembangunan sarana dan prasarana di lingkungan RPH dan RPU Jalan Tembus Mantuil, DKP3 Banjarmasin meminta agar segera dilakukan pembebasan lahan dan pembongkaran bangunan. mereka menempati. Paling lambat pada Minggu, 11 Juni 2023. Surat itu ditandatangani langsung oleh Kepala DKP3 Banjarmasin, M Makhmud. Surat tersebut juga ditembuskan kepada walikota dan wakil walikota, sekretaris dan Satpol PP Banjarmasin.
Secara terpisah, Radar Banjarmasin juga mengunjungi RPU di kawasan tersebut. Terlihat sepi. Hanya ada beberapa penjagal unggas di sana. Ketika Radar Banjarmasin berbicara tentang rencana perbaikan di daerah tersebut, seorang pekerja telah mengetahuinya selama bertahun-tahun. Namun menurutnya, tidak pernah terwujud.
“Jangankan rencana perbaikan, ini harus dipikirkan dulu. Lihat, sudah hampir dua minggu tidak diangkut,” ujarnya sambil menunjuk tumpukan sisa potongan daging unggas yang berada di pinggir jalan.
Tumpukan limbah sisa pemotongan unggas tidak hanya di satu titik. Tapi juga di beberapa titik lain di kawasan itu. Menimbulkan bau yang tidak sedap.
“Saya dengar truk sampah yang khusus mengangkut sampah itu mogok,” pungkas pria yang tak mau namanya dimuat di koran itu.
Berbagai keluhan dan permasalahan yang terjadi di wilayah RPH dan RPU Basirih kembali dibenarkan oleh Kepala DKP3 Banjarmasin, M Makhmud. Namun hingga berita ini diturunkan, pejabat yang bersangkutan belum bisa memberikan tanggapan.
“Saya sedang dalam perjalanan bisnis ke Padang,” katanya.