Riuhnya acara Musyawarah Wilayah (Konferwil) Nahdlatul Ulama (NU) Kalsel di Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan menarik perhatian banyak pihak, tak terkecuali tokoh ulama Tuan Guru Ahmad Supian al Banjari.
Perhatian ditarik karena, apalagi, ada perkembangan mengejutkan bahwa Muktamar NU ke-9 di Pondok Pesantren Rakha Amuntai, HSU dibekukan oleh Pengurus Besar NU (PBNU).
Dibuka secara resmi oleh Ketua PBNU Prof KH Mukri pada Jumat (9/6/2023) siang, kemudian pada malam harinya konferensi dihentikan.
Melihat kondisi, pandangan dan harapan seperti yang diungkapkan oleh Tuan Guru H Ahmad Supian Al-Banjari, harapan kami NU mengutamakan kepentingan rakyat, bukan kepentingan elit.
Selama ini NU menjadi magnet bagi banyak pihak untuk memimpinnya, bahkan memasuki ranah politik yang terang benderang.
Kembalinya NU ke khitah adalah harapan para nahdiyin, baik kalangan menengah maupun akar rumput, serta para santri yang tersebar di seluruh Kalimantan Selatan.
“Ulun (saya) kira kita harus mendengarkan harapan warga Nahdiyin yang menginginkan ketua Tanfiziyah menjadi harapan bersama warga Nahdiyin, bukan partisan parpol, apalagi kader dan anggota parpol,” kata Guru Supian.
Guru Supian juga berharap agar proses penyelenggaraan acara akbar Ahlul Halli Wa Aqdi (AHWA) ini tetap konsisten dengan khitah. Dimana tokoh NU di tingkat daerah adalah sosok yang membuat nuansa spiritual ummat terasa terlindungi, bukan terkotak-kotak karena urusan politik.
Guru Supian yang juga Ketua Umum Khadimul Majlis Irsyadul Fata Pamangkih Laut Kabupaten Banjar ini juga menyampaikan tensi harus kita redakan demi kepentingan yang lebih besar, lepaskan tarikan kepentingan politik terutama dalam aturan pemilu, batas-batas politik ini sangat jelas.
“Jangan sampai terulang seperti kejadian sebelumnya, di mana anggota Nahdiyien sendiri dirugikan dan sulit membangun kebersamaan untuk menumbuhkan NU di banua,” ujar Guru Supian yang juga kurator Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (Datu Kalampayan).
Lebih lanjut dikatakannya, tujuan didirikannya NU sejak dibawa ke banua oleh Tuan Guru Tuha Syech Abdul Qadir Hasan, pendiri terdahulu dan generasi penerus, adalah untuk menegakkan ajaran Islam yang berpegang pada ajaran Ahlussunah Wal Jamaah.
Serta menurut salah satu dari empat aliran besar pemikiran untuk menciptakan tatanan sosial yang diridhai Allah untuk kemaslahatan umat.
Tentu harapan itu, kata dia, harus dimulai dari pemilihan Ketua Tanfiziyah yang mengedepankan harapan besar sebelum tidak mengutamakan urusan politik, apalagi membawa proses pemilu sama dengan memilih Ketua Partai.
“Ulun saya kira banyak Tuan Guru yang berharap NU ke depan kembali ke khitah seperti yang diharapkan oleh para pendiri dan pengemban NU ke Banua,” kata Guru Supian.