Peristiwa itu terjadi pada Jumat (09/06/2023). Korban diketahui seorang pria bernama Puranam (47), warga Desa Pembataan, Kecamatan Murung Pudak, Tabalong.
Akibat kejadian itu, perusahaan yang beroperasi di Desa Seradang, Kecamatan Haruai, Tabalong itu terpaksa menghentikan sementara kegiatan penambangannya hingga waktu yang belum ditentukan.
Perwakilan Manajemen PT BPA, Jhon mengatakan, operasional tambang dan stock file dihentikan sementara menunggu hasil investigasi menyeluruh dari Inspektur Tambang Kementerian ESDM dan juga kepolisian.
“Kami menunggu keputusan dari Kementerian ESDM dan saat ini kegiatan penambangan ditutup sementara,” ujarnya saat ditemui di kantor PT BPA, Sabtu (17/06/2023).
Jhon mengungkapkan, inspektur tambang telah melakukan penyelidikan beberapa waktu lalu, yang hasilnya menyatakan bahwa kejadian tersebut murni kecelakaan kerja.
“Jadi kejadian ini tidak disengaja,” ujarnya.
Menurut Jhon, tanggul yang jebol itu asli atau orisinil dibangun, bukan timbunan dengan jenis batuan super keras sehingga dalam studi kelayakan dibuat material yang paling kuat.
“Kejadiannya cepat sekitar 3 menit. Itu sesuai informasi dari pengawas kami di lapangan,” jelasnya.
Manajemen PT BPA juga telah menyerahkan biaya pemakaman dan uang pemakaman kepada keluarga korban.
“Kami akan memberikan santunan dari perusahaan, tapi pihak keluarga ingin bertemu langsung dengan HRD kami,” lanjut Jhon.
Sementara itu, istri korban, Siti Khotijah mengatakan manajemen PT BPA telah membantu biaya pemakaman, uang pemakaman dan uang pesangon yang jumlahnya mencapai puluhan juta rupiah.
“Bantuan pemakaman diserahkan pada hari kejadian, uang pesangon dan kedukaan saat kami serahkan BPJS ke HRD Kamis depan,” ujarnya saat ditemui di kediamannya pada hari yang sama.
Meski begitu, Siti Khotijah berharap karena kejadian yang menimpa suaminya, perusahaan bisa membantu membiayai ketiga anaknya yang masih sekolah.
“Saya tidak melihat sudah berapa lama bapak itu bekerja, saya melihat bapaknya keluar rumah untuk bekerja karena bapaknya punya tanggungan untuk ketiga anaknya,” ujarnya.
Ia pun berharap perusahaan dapat menindaklanjuti permintaan ini mengingat almarhum suaminya adalah tulang punggung keluarga.
“Mereka butuh biaya kuliah dan uang untuk hidup sehari-hari di pesantren dan kampus di Jawa,” harap Khotijah.