Rakyat Kamboja menggelar pemilihan umum pada Minggu (23/7) yang hampir pasti akan dimenangkan oleh petahana, Hun Sen. Hun Sen telah memilih putra sulungnya untuk menjadi penerus kepemimpinannya.
Hun Sen, yang merupakan mantan kader Khmer Merah berusia 70 tahun, telah memimpin sejak 1985 dan tidak memiliki saingan yang signifikan dalam pemilihan kali ini. Partai oposisi dilarang untuk ikut serta, dan kandidat-kandidat saingan dipaksa melarikan diri serta kebebasan berpendapat diberangus.
Partai Rakyat Kamboja (CPP), yang didukung oleh Hun Sen, diperkirakan akan mempertahankan semua 125 kursi di majelis rendah dan memperpanjang dominasinya atas kekuasaan. Kemenangan ini juga akan membuka jalan untuk suksesi dinasti kepemimpinan Hun Sen, yang telah dikritik oleh beberapa pengamat sebagai politik ala Korea Utara.
Hun Sen memberikan suara di Phnom Penh, ibu kota Kamboja, tidak lama setelah tempat pemungutan suara dibuka pada pukul 07.00 waktu setempat. Lebih dari 9,7 juta warga Kamboja terdaftar sebagai pemilih dalam pemilihan ini. Ini adalah pemilihan ketujuh sejak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyponsori pemilu pertama pada 1993 setelah konflik yang berkepanjangan, termasuk genosida oleh Khmer Merah, menghancurkan negara tersebut.
Selama 30 tahun terakhir, harapan komunitas internasional akan perkembangan demokrasi multipartai di Kamboja telah digagalkan oleh pemerintahan Hun Sen.
Perdana Menteri veteran ini telah merencanakan untuk mengalihkan kepemimpinan kepada putranya, Hun Manet, yang merupakan seorang jenderal bintang empat. Pengalihan kekuasaan ini diperkirakan akan terjadi dalam beberapa minggu ke depan.
Hun Manet, yang berusia 45 tahun, memimpin kampanye terakhir CPP di Phnom Penh sebelum hari pemungutan suara pada Jumat (21/7). Dalam kampanye ini, ia menyampaikan kepada massa bahwa hari pemungutan suara akan menjadi “hari kemenangan” bagi negara ini.
Namun, para kritikus tidak setuju dan kelompok hak asasi manusia telah mengutuk pemilihan ini. Malam sebelum pemungutan suara, koalisi 17 organisasi hak asasi manusia menggambarkan pemilu ini sebagai “kekhawatiran yang mendalam”. Asian Network for Free Elections (ANFREL) dan Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia (FIDH) termasuk dalam koalisi tersebut.
Hanya ada satu pesaing CPP, yaitu Partai Lilin (Candlelight Party/CP), tetapi badan pemilihan Kamboja menolak mendaftarkan CP sehingga partai ini tidak memenuhi syarat untuk mengikuti pemilihan. Keputusan ini diambil setelah CP berhasil memenangkan 22 persen suara dalam pemilihan daerah tahun lalu.
Sebelum pemilihan, CP menyatakan bahwa keputusan untuk tidak mendaftar dalam pemilihan berarti pemilihan ini tidak akan berlangsung secara bebas dan adil. “Hasilnya, semua orang tahu siapa yang akan menang,” kata Wakil Presiden CP, Rong Chhun.
Namun, banyak pihak sekarang mengarahkan perhatiannya kepada Hun Manet, yang telah menempuh pendidikan di Amerika Serikat dan Inggris. Mereka mempertanyakan apakah perubahan kepemimpinan ini akan membawa perubahan bagi negara ini.
“Buat saya, saya ingin melihat kinerjanya terlebih dahulu, baru saya bisa mengevaluasinya,” kata seorang warga Kamboja berusia 73 tahun. “Saat ini, saya belum dapat mengevaluasi apa pun,” tambahnya.
Tempat pemungutan suara akan ditutup pada pukul 15.00 waktu setempat, dan hasil awal akan diumumkan dalam beberapa jam.