Jakarta – Kuasa hukum Risa Dameria Surbakti (RDS), tim Yanta K Surbakti menggugat Direktur RS Ulin ke Pengadilan Negeri Banjarmasin atas dugaan perbuatan melawan hukum (PMH).
“Kami sudah melaporkan Direktur RSUD Ulin Banjarmasin melalui nomor perkara 35/Pdt.G/2023/PN,” kata Yanta Surbakti saat didampingi Astra Surbakti, di Bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (25/10/23).
Advokat muda ini juga menggugat Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Kalimantan Selatan sebagai tergugat II. Dan juga sebagai penguasa daerah yakni Gubernur Kalsel menjadi terdakwa ketiga, kata Yanta.
Berawal dari RDS bekerja sebagai Radiografer di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin.
RDS berprofesi sebagai tenaga kesehatan (Nakes) yang mempunyai hak untuk mengembangkan diri melalui pendidikan berkelanjutan sesuai dengan undang-undang, namun telah menghadapi berbagai persoalan, tantangan dan perundungan selama bertahun-tahun.
RDS menuturkan, dengan latar belakang pendidikan Diploma III (D3) Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi pada tahun 2002, ia merasa perlu untuk terus meningkatkan ilmu dan kompetensinya. Pendidikan formal terakhirnya, yaitu hampir dua dekade lalu, sudah tidak relevan lagi dengan kasus pemeriksaan radiologi MRI yang menjadi tugas rutinnya. Rumah Sakit Ulin Banjarmasin yang merupakan salah satu pusat rujukan terbesar di Pulau Kalimantan meyakinkannya untuk mengajukan izin belajar pada tahun 2018.
Menurut Yanta, RDS rela menggunakan tabungan pribadinya dan mengorbankan cuti tahunannya untuk mengikuti proses seleksi pendidikan di Jakarta.
Dalam permohonan izin belajarnya, RDS hanya meminta izin untuk mengikuti Program Diploma IV (D4) Radiologi sesuai dengan bidang pekerjaannya sebagai Fungsional Radiografer, dan bersedia menanggung sendiri seluruh biaya pendidikannya.
Pada tahun 2019, RDS berhasil lolos dalam ujian seleksi pendidikan dengan predikat Primary Pass (Priority Student).
Namun kekecewaan menimpanya karena hingga saat ini Direktur RSUD Ulin Banjarmasin belum pernah memberikan jawaban tertulis terkait permohonan izin belajarnya. Padahal permohonan ini sudah diajukan berulang kali selama tiga tahun, yakni 2018, 2019, dan 2020, lanjut Yanta.
Menurut Yanta, biasa disapa, seorang ASN seperti kliennya, dalam melakukan pengembangan diri, peningkatan kemampuan dan kompetensi, mendapat pendidikan berkelanjutan adalah sebuah hak. Apalagi hak atas pendidikan bahkan dilindungi oleh Konstitusi, tambahnya.
Di masa pandemi Covid-19, RDS tetap menjalani perkuliahan secara daring dan berbekal ilmu yang diperoleh dari perkuliahan tersebut, ia turut serta membantu tim internal IPS secara mandiri memperbaiki pesawat MRI RS Ulin yang mengalami kendala.
Ironisnya, setelah selesai proses perbaikan alat MRI yang berhasil menghemat uang negara, alih-alih apresiasi yang diterima RDS, RDS tiba-tiba dialihkan dari Staf Fungsional Radiografer Bidang Penunjang Medis menjadi Staf Administrasi Bidang Pelayanan Medis.
Kejanggalan semakin bertambah ketika pemberitahuan mutasi RDS disampaikan melalui grup WhatsApp, namun tidak melalui Bagian Personalia yang seharusnya berperan dalam penataan kepegawaian, kata Yanta.
Sikap tersebut, kata Yanta, menimbulkan kebingungan dan kegelisahan bagi RDS dan tenaga kesehatan lainnya.
Bahkan, lanjut Yanta, pada September 2022, akun Laporan Kinerja Online Risa dinonaktifkan secara sepihak oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Kalimantan Selatan sehingga mengakibatkan Laporan Kinerja tidak bisa diisi.
“Jadi tunjangan TPP tidak bisa dibayarkan padahal RDS sudah bekerja melayani pasien di RSUD Ulin Banjarmasin. Penonaktifan akun ini tidak hanya dialami RDS, tapi juga sejumlah ASN di lingkungan Pemprov Kalsel,” dia menekankan.
Ombudsman
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Selatan telah menerbitkan Berita Acara Pemeriksaan (LAHP) dengan Nomor 0246/LM/XI/2022/BJM berisi rekomendasi tindakan perbaikan yang ditujukan kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Kalimantan Selatan, untuk mengaktifkan kembali akun Laporan Kinerja Online untuk digunakan. memulihkan hak dan keadilan yang seharusnya diterima RDS.
Ombudsman RI juga meminta Gubernur Kalsel merevisi/menyempurnakan keputusan nomor 188.44/0850/KUM/2021 tentang petunjuk penggunaan aplikasi kinerja E-Dialog dengan mengatur ketentuan mengenai penonaktifan E-Dialog sehingga dapat memberikan kepastian hukum. dan tidak menimbulkan kerugian bagi ASN di lingkungan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Tak berhenti sampai disitu, Yanta juga menambahkan, kasus RDS juga sudah sampai ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sebagai badan pengawas penerapan norma dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN, serta implementasinya. sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN di instansi pemerintah. .
KASN mengecam dan menyatakan dengan tegas Direktur RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku pegawai ASN yang berpotensi melanggar disiplin ASN dan melanggar prinsip sistem merit. ,” kata Yanta.
KASN juga meminta Gubernur Kalimantan Selatan selaku Pejabat Pengelola Kepegawaian memerintahkan Direktur RSUD Ulin Banjarmasin untuk menyelesaikan permasalahan akibat pengalihan RDS yang tidak sesuai prosedur dan melanggar prinsip merit, serta memberikan sanksi. pada pejabat lain jika ditemukan pelanggaran,” pungkas Yanta.
Hingga berita ini diturunkan, RDS masih belum mendapatkan keadilan yang diperjuangkannya selama bertahun-tahun. Meski tunjangan penghasilan pegawai (TPP) tidak dibayarkan dan mengalami kendala kesehatan, RDS tetap melayani pasien dan mendidik (mengajar) mahasiswa bidang kesehatan di RSUD Ulin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Menurut Yanta Surbakti, kasus RDS merupakan gambaran nyata upaya tulus seorang ASN dalam meningkatkan kualifikasi dan kompetensi melalui pendidikan, namun terjebak pada kendala birokrasi dan perlakuan diskriminatif.
“Kasus ini menjadi pengingat yang kuat akan perlunya perlindungan hak ASN dalam meningkatkan pelayanan publik, sekaligus mengevaluasi tindakan dan perilaku pejabat yang merugikan,” tutupnya,