Kasus dugaan tindak pidana korupsi kembali mengemuka di Provinsi kalimantan Selatan (Kalimantan Selatan). Kali ini white collar crime terungkap dari program Dana Pinjaman Kelompok Usaha Peternakan (DPKUP) pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) periode 2011-2016.
Mulyadi, selaku penyedia (penjual/pembeli) sapi untuk program HSS DPKUP Disnakeswan pada Senin (14/11/2023) di Pengadilan Tipikor Banjarmasin ditetapkan sebagai terdakwa.
Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), pria berusia 52 tahun ini didakwa melakukan korupsi dengan tidak menyetorkan uang bagi hasil penjualan sapi sebesar 35% ke kas daerah. Dimana 35% uang hasil penjualan sapi program DPKUP harus disetorkan ke kas daerah.
“Uang yang diterima terdakwa dari kelompok peternak, yang seharusnya disetorkan ke kas daerah terdakwa, digunakan untuk keperluan pribadi (sehari-hari), usaha peternakan sapinya,” kata Jaksa Penuntut Umum Masden Kahfi.
Cara yang dilakukan terdakwa Mulyadi adalah dengan membujuk kelompok peternak bahwa hasil penjualan sapi akan disetorkan sendiri oleh terdakwa Mulyadi ke kas daerah.
Namun faktanya terdakwa Mulyadi tidak menyetorkannya ke kas daerah, kata jaksa.
Berdasarkan hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Selatan 27 April 2022, perbuatan terdakwa Mulyadi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp313.500.000.
JPU mendakwa terdakwa Mulyadi dengan Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagai dakwaan utama.
Sedangkan subsidernya dipasang Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 54 ayat (1) KUHP.
Mulyadi bukan satu-satunya terdakwa, pada tahun 2022 kasus korupsi ini memenjarakan seorang ASN dari Badan Kesehatan dan Pelayanan HSS bernama Ahmad Romansyah.
Oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Romansyah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Pria yang diberhentikan sebagai ASN itu juga dikenakan denda tambahan berupa pembayaran kompensasi kerugian negara sebesar Rp953.800.000.
Ditemui usai sidang dakwaan, kuasa hukum Mulyadi mengaku tidak mengajukan keberatan dan pengecualian terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Pihaknya lebih memilih persidangan dilanjutkan langsung ke tahap pembuktian.
“Kami tidak mengajukan keberatan apa pun,” kata Layonsari, penasihat hukum terdakwa yang ditunjuk pengadilan.
Sementara itu, majelis hakim yang diketuai Suwandi bersama dua hakim anggota memerintahkan jaksa menghadirkan saksi pada sidang selanjutnya.