BARABAI – Masjidil Haram menjadi saksi bisu kejayaan penyebaran Islam di Bumi Murakata. Terletak di Desa Pelajau, Kecamatan Pandawan, Hulu Sungai Tengah.
Masjid dengan arsitektur Jawa ini dibangun oleh Kesultanan Demak. Masjid ini memiliki kubah yang sama persis dengan bangunan masjid pada masa Kesultanan Demak. Ada kesamaan bentuk kubah. Sepintas mirip dengan bangunan awal Masjid Agung Demak pada masa kesultanan Demak. Masjid ini dibangun oleh Wali Songo.
Masjid Suci dibangun pada abad ke-14. Didirikan setelah Sultan Demak Raden Fatah mengutus beberapa orang untuk menyebarkan Islam di Tanah Banjar. Tujuh orang utusan dari Pulau Jawa datang ke Tanah Banjar dengan menyusuri Sungai Negara (hulu Sungai Selatan). Kemudian ke Sungai Buluh dan Ilir Pemangkih (Hulu Sungai Tengah), sehingga sampai di Sungai Palayarum di Desa Pelajau untuk melakukan penyebaran agama Islam.
Sesampainya di Pelajau, para utusan kemudian membangun masjid. Masjidil Haram ini konon menjadi salah satu masjid yang masuk dalam daftar perkembangan Islam di Nusantara oleh Kerajaan Demak. Saat itu Kesultanan Demak memulai penyebaran dan perkembangan agama Islam dengan mendirikan masjid. Masjid Keramat diyakini sebagai yang kelima dari sembilan masjid yang dibangun oleh Kesultanan Demak.
Sembilan masjid, menurut jumlah Wali Songo, yakni sembilan orang. Bukti sejarah pada tiang-tiang bangunan terdapat ukiran prasasti yang terbuat dari huruf Jawa bertuliskan Soko Guru yang artinya dari guru.
Namun, ketika penulis menyisir empat pilar asli di dalamnya, tulisan itu tidak ditemukan lagi. Sepertinya tertutup cat. Karena masjid ini sudah dipugar.
Kemudian pada kubah mimbar terdapat motif pohon kehidupan. Dalam metodologi Dayak disebut batang garing yang melambangkan kesatuan alam atas dan alam bawah, konsep ganda seperti siang dan malam, terang dan gelap, jahat atau baik, hidup dan mati.
Masjid Keramat Pelajau juga menjadi bukti perjuangan melawan penjajah Belanda di masa lalu, khususnya di Kalimantan Selatan. Masjid ini digunakan untuk menyusun strategi dan bermusyawarah.
Saat ini, masjid tersebut telah mengalami renovasi. Namun, itu tidak mengubah bentuk aslinya. Beberapa benda bersejarah juga telah disimpan oleh pengelola masjid agar tidak hilang dan dicuri. “Lantainya diganti keramik. Atap sirap diganti dengan seng. Dindingnya juga dilapisi ubin. Di dalam masjid masih terdapat tiang aslinya. Salah satunya tiang guru,” kata Mahrani, penjaga masjid, kemarin.
Peninggalan seperti tongkat khatib disimpan. Lalu ada sumur tua yang dipagari beton. Airnya masih digunakan untuk wudhu. Di samping masjid juga terdapat tajau atau tempat air. “Sudah lama, tapi awet. Pengunjung sering meminta air dari tajau ini untuk membasuh muka,” pungkasnya. (mall/gr/dye)