TANJUNG, Kontrasonline.com – Anggota DPRD Tabalong kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait persoalan tanah milik warga di Desa Kasiau dengan PT. Adaro Indonesia.
Terkait persoalan ini, RDP sudah digelar untuk ketiga kalinya.
Wakil Ketua DPRD Tabalong, Jurni, SE mengatakan, pihaknya sebagai mediator mengaku kecewa dengan jawaban perwakilan PT. Adaro.
“Menurut kami, tidak ada itikad baik dari perusahaan. Dalam RDP sebelumnya, disampaikan bahwa lahan perusahaan di luar Hak Guna Usaha (HGU) memang sudah siap bayar. Hari ini kita nge-floating lagi soal kawasan hutan,” ujarnya kepada Kontrasonline.com, Selasa (28/2) sore usai rapat.
Jurni juga mempertanyakan, jika memang lahan bermasalah masuk dalam Kawasan Hutan, kenapa lahan lain di sekitarnya bisa dibebaskan.
“Kalau itu kawasan hutan, kenapa tanah di sekitar tanah sengketa bisa dilepas?
Kalau lahan di sekitarnya juga tidak dilepas karena berada di kawasan hutan, mungkin tidak apa-apa tidak ada pelepasan,” katanya.
Politisi senior dari Partai Golkar ini juga menyayangkan keengganan Adaro untuk membuka dokumen HGU dan dokumen izin penggunaan lahan.
“Kamu harus membuka dokumennya. Apa ini?” dia berkata.
Karena tidak ada titik terang, dia menyarankan kepada warga untuk membawa masalah ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Saya juga sampaikan di forum, kalau seperti itu tidak perlu dibawa ke pengadilan, laporkan saja ke KPK,” ujarnya.
Jurni mengungkapkan banyak hal yang ditutup-tutupi, mulai dari pengambilalihan PT. ATA ke PT. Adaro.
“DPRD sebelumnya sudah membuat Pansus. Katanya take over dari ATA jadi perkebunan karet, bukan ditambang, malah ditambang juga,” ujarnya.
Terpisah, perwakilan PT. Adaro Indonesia, Rinaldo Kurniawan, membantah jika pihaknya disebut pelik dalam urusan ini.
“Kalau dibilang ribet, seperti tujuan diadakannya RDP ini, kita akan mendengarkan hasil pemeriksaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tabalong. Tanahnya ada yang masuk HGU dan ada yang di luar HGU, ” jelasnya.
“Yang di luar HGU masuk kawasan hutan yang penyelesaiannya ada di peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Tidak bisa langsung memberikan kebijakan, ada aturannya karena sebenarnya kawasan hutan adalah tanah negara,” imbuhnya.
Saat ditanya kenapa tanah di sekitar tanah warga yang bermasalah bisa dilepas Adaro, Rinaldo tidak memberikan jawaban tegas.
“Perlu dilihat lagi penguasaan fisiknya. Intinya pemukiman di kawasan hutan itu ada aturannya. Ada pertimbangan jadi kami melakukan itu, untuk saat ini belum ketemu (untuk tanah warga yang bermasalah), ” dia berkata.
Sementara itu, perwakilan warga, H. Khair mengatakan, persoalan ini sudah jelas dan gamblang.
“Dulu HGU selalu digunakan sebagai tameng, sekarang siapapun bisa membukanya. Tanahnya ada yang di dalam HGU, ada yang di luar HGU dan masuk kawasan hutan. Di masa lalu, mereka masih dibayar. Tentu ini juga ada dasar hukumnya,” ujarnya.
Dia juga kecewa karena dulu perusahaan mempersoalkan masalah HGU dan sekarang kawasan hutan.
“Geser lagi masalahnya” tambahnya.
H. Khair pun mengatakan, pihaknya akan terus memperjuangkan haknya.
“Kita berbicara tentang hati nurani, kita akan menyelesaikan ikhtiar kita, akan ada akhirat,” katanya.
Kepala Seksi Survei dan Pemetaan BPN Tabalong Jadi Wahyu Hadi dalam forum RDP menyatakan pihaknya hanya melayani pengukuran permohonan dari tiga pemohon.
“Hasil penyelesaian pekerjaan permohonan dan bukan merupakan bukti kepemilikan atau bukan sebagai bukti hak atas tanah,” jelasnya.
Mengenai keabsahan surat BPN Tabalong, Wahyu menjelaskan ada tiga pemohon pengukuran, yakni Asmah dengan luas tanah terukur 18.400 m2, Steprianus 28.691 m2 dan Selamat Riyadi 13.390 m2.
Sebidang tanah atas nama Selamat Riyadi masuk dalam kawasan hutan produksi tetap, sebidang tanah atas nama Steprianus masuk dalam kawasan hutan produksi tetap, dan sebidang tanah atas nama Asmah masuk dalam kawasan kawasan hutan.
Dalam forum tersebut juga terungkap bahwa sebagian tanah warga berada di dalam HGU dan sebagian berada di luar HGU.
Selain perwakilan dari PT Adaro Indonesia, perwakilan dari PT. ATA juga hadir dalam RDP ini, termasuk SKPD terkait.
Surat Sekretariat Daerah Tabalong Nomor B.595.5/Setda-Tapem/130.4/6/2013 tanggal 26 Juni 2013 menyebutkan bahwa dari kesimpulan hasil rapat tim Wasdal dan hasil survei lapangan, terdapat dua rekomendasi yang diberikan yaitu Pertama, tanah milik masyarakat yang dapat dibuktikan berdasarkan sertifikat tanah yang secara sah berada di luar wilayah HGU PT. CPN yang telah dikelola atau digunakan oleh perusahaan untuk kepentingan operasional, perusahaan wajib menyelesaikan hak-hak masyarakat atas tanah tersebut sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua, tanah milik masyarakat yang dapat dibuktikan berdasarkan surat tanah yang sah berada dalam wilayah HGU PT. Untuk CPN penyelesaiannya harus dilakukan secara musyawarah untuk mufakat antara pemilik tanah dengan perusahaan dan apabila terjadi kebuntuan secara musyawarah dapat ditempuh upaya hukum. (Boel)