Jakarta – Musik adalah karya seni yang tidak dapat dipisahkan dari manusia. Bahkan musik berperan dalam proses penyebaran Islam.
Pada abad ke-6 M, ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah, Rasul disambut dengan suka cita dengan iringan rebana dan syair yang artinya “Bulan purnama telah terbit di atas kita, dari arah Tsaniyatul Wada”. harus berterima kasih, hanya dengan doa kepada Tuhan.”
Hal ini membuktikan bahwa syair dan musik sudah dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Musik juga berperan dalam penyebaran Islam.
Sejarah Musik dalam Pembelajaran Islam
Dalam sejarah peradaban Islam, seni musik Islami mulai berkembang seiring dengan meluasnya wilayah yang menyentuh bagian terluar Jazirah Arab. Interaksi dan sentuhan umat Islam dengan berbagai bangsa lain yang memiliki seni, budaya, dan tradisi berbeda seperti Persia, Turki, Romawi, dan India memperkaya khazanah musik Islami.
Selain jejak-jejak sejarah masa lalu, muncul pula sarjana musik dan pemusik di dunia Islam, seperti Al-Isfahani (897-967 M) yang menulis buku Al-Aghani. Beberapa musisi muslim pada masa kekhalifahan tercantum dalam buku ini, seperti Sa’ib Khathir (wafat 638 M), Tuwais (wafat 710 M) dan Ibnu Mijjah (wafat 714 M).
Mereka adalah generasi pertama ahli musik dalam peradaban Islam. Buku-buku musik yang diterjemahkan dari bahasa Yunani dan India kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh umat Islam dari berbagai daerah.
Sejarah musik islami tidak lepas dari sosok seorang filsuf-komponis yang sangat terkenal yaitu Al Farabi. Ia adalah seorang filosof besar, penulis Kitab al-Musiqa al-Kabir, sebuah buku tentang teori musik, termasuk teori musik modern.
Dilansir dari laman resmi NU Online, Kamis (3/9/2023), Al Farabi merupakan komponis yang piawai menciptakan nada-nada indah, baik emosional, sedih, maupun bahagia.
Seperti yang diceritakan dalam sejarah, Al Farabi pernah memainkan alat musik di depan para penguasa Suriah. Saat Al Farabi memainkannya, penonton langsung tertawa. Lalu, saat Al Farabi mengubah nadanya, penonton bisa langsung menangis bahkan tertidur.
Musik sebagai media dakwah
Dalam buku Islam & Transformasi Masyarakat Kajian Sosiologi Nusantara Sejarah Indonesia karya Moeflich Hasbullah menyebutkan bahwa salah satu genre musik Islami yang banyak berkembang di Indonesia adalah sholawat.
Meskipun sholawat biasanya dikaitkan dengan tradisi pembacaan sejarah Nabi dan pujian (seperti Al Barzanji dan Qasidah Budah), komunitas Muslim di Indonesia yang berbeda telah mengembangkan sholawat dalam bentuk dan konteks yang berbeda.
Hal penting yang perlu dicatat adalah para ulama, kiai, dan sufi di Indonesia mengembangkan sholawat sebagai sarana transformasi ajaran Islam dengan memberikan sentuhan lokal dalam bentuk dan komposisinya.
Mengikuti kata kunci ‘sentuhan lokal’, fakta tentang Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Giri dan para Sunan lain yang sufi sekaligus seniman tidak bisa diabaikan begitu saja. Mereka sangat ahli dalam menyusun puisi bernada sehingga terciptalah lagu-lagu yang sering dinyanyikan oleh masyarakat di Jawa.
Dalam rangka mentransmisikan dakwahnya, mereka mencoba memadukan isi ajaran yang akan ditransmisikan dengan nilai-nilai lokal agar ajaran tersebut lebih mudah diterima. Teknik berbasis seni dianggap lebih efektif dan komprehensif.
Hal ini dapat dimaknai bahwa musik islami memiliki sisi spiritual, tidak hanya mengajak manusia pada tujuan ketentraman sosial, tetapi juga mengajak pendengarnya untuk ‘bertemu’ dengan Tuhan. Adapun yang dimaksud dengan ‘bertemu’ adalah semakin dekat dengan-Nya.
Peran musik religi kontemporer
Musik dakwah, atau lagu yang lirik dan instrumennya membawa pesan ajaran Islam seperti qasidah, telah disiarkan melalui media elektronik sejak tahun 1970-an. Selama periode ini, sebagai bagian dari program pembangunan bangsa, stasiun televisi lokal menampilkan artis dengan citra religius dan sekuler dengan membawakan lagu dan album Islami.
Inaya Rakhmani menjelaskan dalam bukunya Pengarusutamaan Islam di Indonesia, bahwa pasca reformasi yakni setelah tahun 2000-an, dengan maraknya industri televisi komersial, musik dakwah semakin banyak disiarkan di televisi. Terutama pada saat bulan suci Ramadan.
Selain qasid, tambura dan dangdut, televisi dan radio juga menayangkan nasyid band sepanjang tahun. Genre musik yang awalnya populer di negara tetangga (Malaysia) ini kemudian memiliki pasarnya sendiri di Indonesia.
Tren ini kemudian meningkat seiring dengan pengakuan grup musik yang menghiasi tangga lagu, acara musik, hingga konser seperti Rhoma Irama dan Snada (Senandung Nada dan Dakwah), serta Opick.
Beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits yang dinyanyikan dalam program musik dakwah di televisi bersifat doktrinal secara terang-terangan. Jenis musik ini pada dasarnya memmualisasikan pandangan Islam yang berlaku dalam tatanan sosial sekuler dan modern.
Berlawanan dengan stigma bahwa penyebaran Islam bersifat represif, pada dasarnya dakwah yang baik adalah dakwah yang dapat menyentuh hati setiap manusia dan dapat diterima di masyarakat, seperti fungsi musik dakwah.
Demikian beberapa penjelasan tentang peran musik dalam menyebarkan ajaran Islam. Semoga dapat memberikan ilmu dan manfaat bagi kita semua.
Tonton videonya”Uniknya, alat musik ini terbuat dari gerabah tanah liat Bogor“
(dv/dv)