SuarIndonesia – Terdakwa Pencucian Uang, mantan Kepala Daerah Hulu Sungai Tengah (HST) H. Abdul Latif, heran dengan istilah ‘satu pintu’ yang dilontarkan para saksi, serta masalah fee proyek yang dibayar para saksi.
Hal tersebut dikemukakan oleh terdakwa setelah mendengar keterangan dari oknum kontraktor yang menyebutkan masalah ‘satu pintu’.
Pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Rabu (15/3/2023) di hadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Jamser Simanjuntak.
“Saya sangat asing dengan kata itu (satu pintu dan fee, Red),” kata Abdul Latif mantan Barabai -1 saat dimintai tanggapan atas keterangan salah satu saksi Fujiansyah Noor, kontraktor yang masih aktif sebagai anggota DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah. .
Hal senada disampaikan saksi lainnya, yakni Said Abdul Basit, Erick Rianto dan saksi Habib Hafiji yang semuanya merupakan kontraktor yang mendapatkan pekerjaan proyek.
Rata-rata, menurut kesaksian mereka, mereka memberikan fee berkisar antara 6 sampai 10 persen yang pembayarannya disetorkan ke HST Letua Kadin, saksi Fauzan Rifani.
Soal satu pintu, saksi paham bahwa semua biaya itu melalui Fauzan Rifani
“Memang waktu itu belum ada kata seperti itu, tapi saya kira arahnya (semua proyek, red) ke Fauzan Rifani,” jelas saksi Fujiansyah yang tergabung dalam tim sukses tergugat saat mencalonkan diri menjadi Bupati HST pada 2016 lalu.
“Terus kata fee, saya juga merasa asing,” ujar terdakwa yang mengikuti persidangan secara virtual dan berada di LP Sukamiskin Bandung.
Ketua majelis hakim, Jamser Simanjuntak SH mengatakan, saksi menjawab Fauzan mengkondisikan semua proyek.
“Kapasitas terdakwa di sini hanya membenarkan atau tidaknya keterangan saksi. Selebihnya, akan ada porsi selama interogasi terhadap tersangka,” kata Jamser.
Kesaksian saksi hampir sama dengan saksi sebelumnya. Semuanya mengatakan hal yang sama, yakni memberikan fee antara 7,5 hingga 10 persen di setiap proyek kepada Ketua Kadin HST, Fauzan Rifani, yang merupakan orang kepercayaan terdakwa (Bupati Abdul Latif).
“Soal fee proyek sudah disistem, bisa dikatakan tidak ada fee, tidak ada proyek,” kata saksi.
Seperti diketahui, terdakwa kasus korupsi oleh Pengadilan Tipikor Jakarta itu divonis tujuh tahun penjara.
Dalam perkara yang sedang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin terkait masalah pencucian uang.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa terdakwa Abdul Latif telah melakukan penyamaran uang hasil gratifikasi lebih dari Rp41 miliar yang diperolehnya dari jabatannya sebagai bupati pada tahun 2016 dan 2017, salah satunya dengan menggunakan nama orang lain.
JPU dalam persidangan mendakwa terdakwa melanggar pasal 12 B juncto pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kemudian dalam dakwaan kedua, JPU mendakwa pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.(HD)
2.442 tampilan, 2.442 tampilan hari ini