TANJUNG, Kontrasonline.com – Salah satu tenaga honorer di UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Tabalong diduga ingin “membantu” menangani kasus anak yang berkonflik dengan hukum agar bahwa kalimatnya ringan.
Upaya yang dilakukan oleh orang tersebut terjadi pada keluarga anak yang sedang berhadapan dengan kasus hukum.
Praktik ini diungkapkan seorang anak sulung yang berkonflik dengan hukum berinisial IJ (37), warga Kecamatan Jaro, kepada awak media.
Hal itu bermula ketika adiknya tersandung kasus asusila yang terjadi beberapa waktu lalu di daerah tersebut.
IJ mengatakan, praktik itu bermula ketika oknum datang ke desa untuk memberikan bantuan.
“Di sana mereka memberikan bantuan tapi hanya beberapa menit, setelah itu mereka menawarkan manajemen kasus. Katanya bantuan anak ini tidak berbayar atau cuma-cuma bahkan perangkat desa di sana pun mendengarnya,” ujarnya kepada Kontrasonline.com, baru-baru ini.
Ia mengatakan, beberapa waktu kemudian mereka diperintahkan oleh unsur-unsur untuk mendatangi kantor UPTD PPA.
“Tadi dia bahas penanganan kasusnya, kemudian saat makan siang dia melanjutkan pembicaraan di luar dan kalau kasus ini diurus itu Rp 50 juta, kata orang itu,” ujarnya.
Sebagai orang biasa yang “buta huruf” oleh hukum, sang anak sulung yang bermasalah dengan hukum dan orang tuanya pun tergiur dengan tawaran itu.
“Diskusi ini dibuka oleh perorangan untuk membuat nyaman, kami orang biasa tidak mengerti,” katanya.
Dia membeberkan permintaan Rp. 50 juta untuk memuluskan kasus ini.
“Jangankan uang segitu untuk biaya hidup sehari-hari, susah. Oknum tersebut mengatakan masalah uang mudah nanti bagaimana mencarinya, namun katanya saat ini tidak ada uang sebesar Rp. 2,5 juta untuk salam lekat kepada aparat penegak hukum,” jelasnya.
Pihaknya pun bernegosiasi dengan pihak keluarga terkait tawaran tersebut dan diputuskan mengiyakan.
“Kami memberikannya, tetapi juga diberikan karena ibu berutang emas kepada kerabat atas biaya yang diminta oleh orang tersebut,” katanya.
Mereka kemudian menjual emas kerabat yang dipinjam dan mendapat Rp. 15 juta.
“Waktu itu orangnya selalu nanya ada apa enggak, jadi kita jawab enggak ada, kita masih cari. Setelah beberapa minggu rapat, kita transfer Rp 2,5 juta ke orangnya,” dia menjelaskan.
“Ditransfer pada 23 Januari 2023, uang itu ditransfer ke rekening pribadi orang tersebut,” imbuhnya.
Disampaikannya sisa Rp. Uang 12,5 juta emas, kata oknum itu, disimpan dulu dan nanti diambil untuk memuluskan kasus.
“Uang belum diberikan karena yang bersangkutan mengatakan sedang menunggu berkas ditransfer,” ujarnya.
Dia menjelaskan, setelah uang ditransfer, orang tersebut mengatakan akan mengaturnya dengan aparat penegak hukum yang dikenalnya di Banjarmasin dan kemudian dia akan menghubungi aparat penegak hukum yang dikenalnya di Tabalong.
“Kalau orang Tanjung berarti urus di sini, tapi malah ke Banjar, aneh. Kemudian ketika berkas perkara hendak diserahkan ke Kejaksaan Agung, orang itu bertanya kepada saya apakah Saya ke sana memantau nama-nama kejaksaan yang menerima berkas, lalu kami bingung, padahal orangnya bilang mau urus kasus tapi kenapa yang bersangkutan tidak tahu, kami pikir orang ini salah, ” jelasnya.
Saat mengetahui kejanggalan tersebut, IJ tidak menghiraukan orang tersebut, namun baru-baru ini orang tersebut menghubunginya kembali untuk menyarankan agar masalah tersebut segera diselesaikan.
“Kalau tidak diurus susah, ancamannya bisa 10 tahun kalau tidak diurus karena kata saudari kita terbukti dan akan diseret,” ujarnya.
Soal ulah oknum tersebut sudah santer beredar dan menjadi bahan perbincangan, membuat yang bersangkutan geram.
“Ada orang yang menelepon dan mengatakan kenapa bisa seperti ini dengan nada tinggi,” kata IJ.
IJ dan keluarganya yang merasa “ditipu” tidak mendapat itikad baik dari orang tersebut untuk mengembalikan uang atau meminta maaf.
“Kami berharap tidak ada korban lagi,” katanya.
Sementara itu, Ketua LBH Bidang Hukum dan Peradilan, Muhammad Irana Yudiartika, yang menjadi pengacara yang ditunjuk penyidik dalam kasus ini, menyayangkan hal tersebut.
“Jangan sampai lembaga yang memang membidangi perlindungan anak justru memanfaatkan korban dan tersangka terjerat masalah hukum,” katanya.
Saat dikonfirmasi, Kepala UPTD PPA Tabalong, Rustina memberikan tanggapannya terkait hal tersebut.
“Ini di luar pengetahuan kami, karena ini murni antara keluarga ABH dengan aparat hukumnya,” ujarnya kepada Kontrasonline.com, Minggu (5/3).
Secara terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Tabalong, Rusmadi mengatakan, pelayanan di UPTD PPA gratis dan sesuai alur.
“Itu sudah dijelaskan oleh ketua UPTD PPA, tapi kemudian perempuan ini melanjutkan ke yang bersangkutan sebagai pengacara, bukan petugas UPTD PPA,” ujarnya saat ditemui, Senin (3/6).
Rusmadi menjelaskan, dalam pertemuan itu terjadi kesepakatan di antara mereka dan tanpa sepengetahuannya.
“Tidak melibatkan UPTD PPA, pengacara hanya mengklarifikasi kepada kami, kesepakatan itu dari penjelasan rekan-rekan pengacaranya untuk transportasi pengacaranya, ada surat kuasanya,” jelasnya.
“Jadi jelas jalurnya, di luar UPTD PPA tapi atas nama pengacara. Kebetulan yang bersangkutan bekerja di UPTD PPA sebagai pekerja kontrak,” pungkasnya. (Bisa)