Ternyata mantan Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Drs A Chairansyah juga menikmati aliran dana dari terdakwa Abdul Latif.
Aliran dana itu terungkap saat Drs A Chairansyah yang pernah menjabat Bupati setelah Abdul Latif ditangkap KPK, saat menjadi saksi terhadap terdakwa mantan Bupati HST Abdul Latif dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Saksi mengaku saat itu dibantu oleh Bupati Abdul Latif ketika akan mengawinkan anak-anaknya berupa tiga ekor sapi senilai sekitar Rp 47.250.000.
Tak hanya itu, ia juga mendapat cash flow sebesar Rp 58 juta untuk acara pernikahan tersebut.
Selain itu, menurut saksi, ia juga dibantu Bupati sebagai sangu untuk melaksanakan umrah sebesar Rp 50 juta.
Sementara dari Ketua Kadin HST Fauzan Rifani, Rp. 15 juta itu untuk tagihan halal warga HST karena anggaran dari daerah tidak ada.
Dari dana yang diterima saksi, sebagian besar sudah dikembalikan ke penyidik KPK sebesar Rp 150 juta.
“Dari semua yang saya terima, KPK meminta saya mengembalikan Rp 172 juta (perhitungan KPK termasuk utang dengan Fauzan Rifani). Tapi saya hanya bisa mengembalikan Rp 150 juta,” ujarnya.
Sedangkan menurut terdakwa, selain uang tersebut di atas, Fauzan Rifani pernah memberikan uang kepada saksi sebesar Rp. 200 juta.
Dan itu disampaikan oleh Fauzan Eifani kepadanya. Mengenai hal tersebut saksi mengatakan tidak tahu dan tidak ingat.
Sementara empat saksi yang namanya digunakan untuk membeli mobil tersebut, dua di antaranya bingung karena ada nama atas nama mereka.
Sementara itu, saksi Armaido Geger mengaku KTP-nya digunakan untuk membeli jip Robucon dan menerima uang Rp. 500.000 sebagai kompensasi.
Tiga saksi lainnya, Rusmiatun, Ari Sustari, dan Nurul Oktavia mengaku tidak mengetahui KTP-nya digunakan untuk membeli mobil.
Nama Ari digunakan untuk mobil Hiace, sedangkan dua lainnya digunakan untuk membeli Toyota Innova.
Misalnya, saksi Nurul Oktaviani mengatakan tidak pernah menyerahkan KTP atau KK kepada orang lain.
Kedua saksi juga menegaskan bahwa mereka tidak pernah membeli mobil, apalagi barang bukti mobil tersebut.
“Saya belum pernah beli mobil,” kata Rusmiatun dan Nurul kepada majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak.
Coba ingat-ingat lagi, pernah pinjam identitas atau mungkin lupa, kata Jamser.
Namun saksi tetap[pmengatakanmerasatidakpernahKTPdiberikankepadaoranglain][psaidthathefeltthattheKTPhadneverbeengiventoanyoneelse[pmengatakanmerasatidakpernahKTPdiberikankepadaoranglain
Dalam dakwaan JPU, terdakwa Abdul Latif disebut telah melakukan penyamaran uang hasil gratifikasi lebih dari Rp41 miliar yang diterimanya dari jabatannya sebagai bupati pada 2016 dan 2017.
Salah satunya dengan menggunakan nama orang lain yaitu saksi Fauzan Rifani yang saat itu menjabat sebagai Ketua Kadin HST.
Terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) UU No. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kemudian dalam dakwaan kedua, JPU mendakwa pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.