Permasalahan pengelolaan limbah pabrik tahu di Jalan Jeruk, Kelurahan Sungai Ulin, Kecamatan Banjarbaru Utara, Kota Banjarbaru yang akhir-akhir ini menjadi sorotan juga membuat kalangan akademisi dari perguruan tinggi di Banjarbaru turun tangan.
Pasalnya, pada Sabtu (6/5), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banjarbaru melibatkan Sulaiman Hamzani yang merupakan pakar di bidang irigasi khususnya air limbah dari Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Banjarmasin. .
Sulaiman memantau setiap sudut bangunan pabrik tahu itu. Mulai dari ruang produksi, pencucian hingga saluran pembuangan hasil olahan kedelai yang dibuang ke kolam penampungan limbah.
Setelah meninjau, ia mengatakan bahwa pemilik pabrik tahu sebenarnya telah melakukan upaya pengelolaan limbahnya dengan membuat beberapa tempat berteduh di belakang pabrik.
“Memang sudah ada upaya (pengusaha tahu), tapi konsepnya pengolahan tanpa oksigen (anaerob), jadi tidak akan selesai,” ujarnya, Sabtu (6/5) sore.
Menurutnya, ada 3 tahapan yang idealnya dilakukan pengusaha tahu dalam mengelola limbahnya. Mulai dari treatment yaitu proses pemisahan bahan padat dan cair, serta pemisahan whey yaitu ampas tahu.
“Hasil limbah dari proses pembuatan tahu ini namanya whey. Ini inti permasalahan ampas tahu,” ujarnya. Setelah itu, menurutnya limbah dibawa ke proses Anaerobik yang diakhiri dengan proses Aerobik (dengan oksigen) untuk mengatasi masalah bau dari ampas tahu ini.
Menurut Sulaiman, tanpa mengetahui fungsi dan langkah-langkah yang dilakukan, upaya penanganan sampah tidak akan pernah efektif.
Sulaiman menawarkan untuk membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan melakukan beberapa modifikasi IPAL yang telah dibuat oleh para pengusaha tahu.
“Salah satu masalah juga terkait dengan perbedaan jumlah produksi. pabrik tahu ini menghasilkan 1.200 kilogram kedelai dikali 45 liter air, sehingga limbah yang dihasilkan per hari 50 sampai 65 kubik, ini harus diselesaikan,” jelasnya. Sementara itu, IPAL yang ditawarkan Sulaiman diklaim mampu mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pabrik tahu.
Pasalnya, ia menegaskan kunci dalam pengelolaan IPAL di pabrik tahu adalah dari suplai oksigen sehingga dapat diketahui kenaikan PH air limbah. “Secara teori kita harus memenuhi standar kualitas. Dalam praktiknya kita akan menghitung suplai oksigen. Ini kuncinya,” jelasnya.
Sementara itu, masih di lokasi yang sama, Kepala Seksi Pemantauan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Banjarbaru, Joko mengatakan, pihaknya sengaja melibatkan akademisi dari Poltekkes Kemenkes Banjarmasin untuk mengatasi masalah limbah tahu.
“Kami melihat perlu adanya tahapan-tahapan dalam pengelolaan sampah agar hasilnya maksimal dan tidak menimbulkan bau,” ujarnya.
Sedangkan untuk DLH Banjarbaru, kata Joko, pihaknya telah mencoba mensosialisasikan para pengusaha tahu dan tempe di Kota Banjarbaru.
Disebutkan Joko, pabrik tahu di Desa Sungai Ulin merupakan salah satu pabrik pengolahan tahu terbesar di Banjarbaru. Sehingga perlu keseriusan dalam pengelolaan sampah. “Kalau bisa diterapkan dengan baik, pabrik tahu ini akan menjadi percontohan dalam pengelolaan limbah,” ujarnya.
Sementara itu, pemilik pabrik tahu Suki mengaku sangat setuju untuk memperbaiki IPAL di pabrik tahu miliknya. Apalagi melibatkan akademisi dan konsultan sudah digunakan dalam pengelolaan sampah. “Yang penting ada solusinya, sehingga tidak mencemari lingkungan,” akunya.
Suki, pengaduan masyarakat belum sampai langsung ke dia, tapi hanya berita eksternal yang sampai ke dia. Yaitu bau yang ditimbulkan oleh limbah pabrik tahu.
“Tapi karena ada orang yang lebih ahli membantu, mungkin bisa mengurangi baunya. Soalnya saya tahu menghilangkan bau ampas kedelai itu prosesnya cukup lama,” ujarnya.