PARINGIN, Metro7.co.id – Anggota DPRD Kabupaten Balangan, Syamsunoor mengkritik tajam PT. Adaro Indonesia. PT Adaro dinilai masih ingin menguasai 7.438 hektare wilayah yang sudah berada di luar wilayah operasionalnya sebagai kawasan pendukung yang tidak ada izin atau kegiatan yang diperbolehkan.
“PT Adaro Indonesia menganggap kawasan yang dilepas PKP2B sebagai kawasan pendukung mereka. Adaro tidak mau menyerahkan kawasan itu dan mengembalikannya kepada masyarakat,” ujarnya kepada Metro7, Senin (27/2/2023).
Pernyataan Syamsudinoor itu menanggapi klaim Kepala Departemen Hubungan Masyarakat dan Mediasi PT Adaro Indonesia, Djoko Soesilo, yang menyatakan bahwa wilayah bekas Izin Usaha Pertambangan Batubara (PKP2B) yang kini masuk dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ) masih milik PT Adaro. Indonesia.
Menurut Syamsudinoor yang juga politisi Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kabupaten Balangan ini, kawasan pendukung yang diklaim PT Adaro Indonesia harus memiliki sejumlah sarana infrastruktur untuk mendukung operasional perusahaan. Seperti jalan angkut, pelabuhan, mess dan fasilitas pendukung lainnya.
“Jadi, seharusnya kawasan itu bebas, otomatis harus dikembalikan ke masyarakat,” jelasnya.
Syamrudinoor mengatakan, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 365 Tahun 1989, wilayah operasi penambangan PT Adaro Indonesia seluas 34.940 hektare.
Menurut IUPK, luas wilayah operasional tambang PT Adaro Indonesia hanya sekitar 25.000 hektare. SK tahun 2012 lahan yang telah dibebaskan seluas 23.000 hektar.
Pada tahun 2014, PT Adaro Indonesia mengakuisisi lahan operasional seluas 1.500 hektar untuk Perkebunan Perusahaan Umum Nusantara (PT.PN) XIII.
Kemudian, pada tahun 2012 izin operasional penambangan di wilayah Kabupaten Balangan mencapai 2.700 hektar. Selain itu, luas wilayah operasional pertambangan di Kabupaten Tabalong sekitar 31.000 hektare.
Berdasarkan data yang diperolehnya, Syamsunoor mengatakan, kavling PT Adaro Indonesia mengenai kawasan IUPK ini berarti khusus di Kabupaten Balangan tidak akan ada pemanfaatan kawasan yang seharusnya bebas dimanfaatkan masyarakat setempat.
“Adaro tetap bersikukuh bahwa areal yang dibebaskan dari PKP2B adalah areal pendukung mereka. Seolah-olah Adaro telah melarang penggunaan areal tersebut untuk kegiatan kedinasan oleh pihak lain,” imbuhnya.
Syamsunoor menduga PT Adaro Indonesia masih ingin menguasai seluruh lahan seluas 31.380 hektare sesuai PKP2B tersebut. Bahkan, kata Syamsudinoor, karena ada pengurangan sesuai izin IUPK, luas wilayah operasional PT Adaro Indonesia tetap 23.942 hektare (ha).
“Yang harus dilepas dan dikembalikan ke masyarakat adalah 7.438 hektare, dan itu bukan lagi wilayah operasional tambang,” jelasnya.
Sebagai informasi, lanjutnya, sesuai aturan pemerintah, setiap lahan yang tidak digunakan lagi dalam operasi penambangan harus dikembalikan kepada pemerintah, dalam hal ini pemilik kawasan, yakni Pemerintah Kabupaten Balangan. *