Sidang lanjutan Kasus Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif digelar lagi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Korupsi) Banjarmasin, Jumat (31/3/2023) sore.
Sidang masih dalam agenda mendengarkan keterangan saksi. Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan empat orang saksi.
Keempat saksi tersebut adalah Muhammad Helmi selaku Direktur CV Sampurna, Yazid Fahmi Anwar selaku Anggota DPRD HST, Iberamsyah Direktur CV Citra Mandala Pratama, dan Johan Arifin pemilik CV Mini.
Saksi Yazid Fahmi menjelaskan cukup dekat dengan terdakwa dan pernah menjadi tim sukses saat pencalonan Bupati HST.
Anggota DPRD HST ini mengaku tidak memiliki perusahaan konstruksi dan hanya menggunakan perusahaan orang lain untuk ikut mendapatkan proyek pekerjaan di HST.
Dalam persidangan, JPU juga menghadirkan barang bukti yang menunjukkan bahwa saksi telah menyerahkan uang proyek kepada mantan Ketua Kadin HST, Fauzan Rifani.
“Masalah biayanya bukan saya serahkan, proyek saya dapat 50 persen,” kata saksi Anggota DPRD HST periode 2019-2024 itu.
Saksi yang bekerja dengan terdakwa sejak 2012 mengaku disuruh membeli beberapa ekor sapi untuk pernikahan anak Wakil Bupati HST saat itu.
“Uang itu dari Abdul Latif,” kata Yazid Fahmi.
Saksi Helmi juga mengaku pada tahun 2016 telah memberikan fee proyek kepada Fauzan Rifani.
Ia mengatakan, nominal fee yang diberikan sekitar 10 persen dari nilai proyek yang ditetapkan Fauzan. Namun, dia tidak mengetahui apakah uang itu mengalir ke terdakwa.
“Katanya harus bayar kalau mau kerja lagi,” kata saksi menirukan ucapan Fauzan Rifani.
Sementara itu saksi Iberamsyah selaku Direktur CV Citra Mandala Pratama mengatakan sejak tahun 2016 hingga 2017 selalu menyetorkan uang kepada Fauzan Rifani.
Ia menjelaskan, pembayaran selalu dilakukan dua kali, yakni setelah menerima proyek dan setelah proyek selesai.
“Dibayarkan bertahap, uang mukanya setengah saat pekerjaan selesai, baru sisanya,” kata saksi.
Bahkan, saksi yang tergabung dalam tim sukses terdakwa juga berinisiatif memungut biaya proyek dari sejumlah kontraktor saat Fauzan Rifani ditetapkan sebagai tersangka.
“Saat itu, saya inisiatif sendiri untuk memungut biaya dari teman. Hanya 20 juta, akhirnya saya serahkan ke penyidik saat dimintai keterangan,” ujarnya.
Dari sejumlah kontraktor yang diperiksa di persidangan, rata-rata saksi menyebutkan alasan pemberian fee karena takut proyek tidak kembali di tahun berikutnya.
Sedangkan uang setoran proyek selalu diserahkan kepada mantan ketua HST Kadin Fauzan Rifani. Orang kepercayaan terdakwa juga ditahan atas perbuatannya memungut biaya proyek.
Dalam kesaksiannya beberapa waktu lalu, Fauzan mengaku bekerja atas perintah terdakwa Abdul Latif. Kemudian dia mengakui bahwa biaya yang dia kumpulkan selalu diserahkan kepada terdakwa.
Abdul Latif sendiri sebelumnya didakwa menerima Rp. 41 miliar gratifikasi selama masih menjabat sebagai Bupati HST. Selain gratifikasi, Abdul Latif juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ia diduga melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nindi 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Asl 64 paragraf 1) Kode kriminal.
Sedangkan dakwaan kedua Jaksa Penuntut Umum memasang Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.