Anggota Komisi IV DPR RI, yakni Suhardi Duka saat memimpin audiensi Komisi II DPRD Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Foto: Arief/nr
Komisi IV DPR RI menerima audiensi dari Komisi II DPRD Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Audiensi itu untuk membahas pengawasan izin perkebunan. Salah satu persoalan yang diangkat Komisi II DPRD Tabalong adalah rasa ketidakadilan masyarakat setempat dalam penguasaan tanah.
Audiensi ini diterima oleh Anggota Komisi IV DPR RI, yakni Suhardi Duka, Edward Tannur, Hermanto, dan Darori Wonodipuro. Suhardi menjelaskan, di satu sisi masyarakat adat setempat sangat membutuhkan lahan untuk perkebunan atau untuk pangan yang sangat sulit mereka dapatkan karena dinyatakan sebagai kawasan hutan.
“Tapi di sisi lain sangat mudah bagi perusahaan dari luar daerah untuk mendapatkan (penguasaan lahan), dan tidak dihibahkan Bagikan (hasil) dengan masyarakat. Nah itu yang selama ini meresahkan di daerah,” kata Suhardi Duka anggota parlemen, usai memimpin audiensi di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (10/11/2022).
Menurut Suhardi, rasa ketidakadilan yang menyebabkan konflik ini muncul karena perusahaan tidak memiliki alokasi khusus untuk bermitra dengan masyarakat setempat. Untuk itu, lanjutnya, perlu ada perubahan dari sistem yang selama ini berlaku dengan tetap melihat aspek investasi yang masih dibutuhkan. Selain itu, diperlukan izin bagi investor dan aturan bagaimana perusahaan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat di daerah tersebut.
“Dulu ada yang namanya PIR-TRANS (Perkebunan Rakyat Inti Transmigrai) yang 20 persen untuk masyarakat setempat, jadi tidak ada konflik. Sekarang,kalau sekarang 100 persen sepenuhnya diberikan kepada pemegang izin, tanpa menghiraukan masyarakat yang ada, pasti akan terjadi konflik. Sekarang, Isu yang disampaikan tadi oleh teman-teman Komisi II DPRD Kabupaten Tabalong akan kami tindaklanjuti, konfirmasi ke Kementerian Kehutanan atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” jelasnya.
Politisi dari Fraksi Demokrat itu pun mengakuinya dukungan-an di belakang perusahaan. Hal ini mempersulit aparat hukum untuk menembus dan menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan. Tetapi jika perusahaan yang tidak memiliki dukungan-an, menurutnya tidak terlalu sulit untuk dilanjutkan.
“Komisi IV akan terus memantau dan jika kami menerima laporan penyalahgunaan izin atau pemanfaatan lahan tanpa izin akan langsung kami turunkan dan biasanya langsung kami pasang police line bersama Ditjen Hukum dan Hukum. Jadi, kalau kami lihat memang begitu. gampang kan ga susah, tapi ada juga yang susah, soalnya ada dukunganYa, memang ada,” ujarnya. (gal, we/rdn)