ANTROPOLOG Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah mengungkapkan bahwa sebenarnya diksi ‘memenangkan pemilu; apa yang biasanya dikatakan politisi sebenarnya kurang tepat.
“Diksi itu pantas untuk dipilih, karena pemilu adalah ajang pemilihan, bukan kemenangan. Tentu ini bukan sekedar kata tanpa makna,” ujar Nasrullah kepada(27/5/2023).
Menurut akademisi FKIP ULM Banjarmasin ini, ada konsekuensi kelanjutan dari dua kata berbeda antara ‘menang’ dan ‘terpilih’.
“Jika diksi menang, berarti seseorang telah dikalahkan. Siapapun yang kalah akan tersingkir, tidak mungkin diakomodasi, baik orangnya maupun idenya,” jelas mahasiswa doktor antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu.
Masih kata Nasrullah, diksi terpilih tidak berkonotasi menyingkirkan yang tidak terpilih. Padahal, menurutnya sangat memungkinkan untuk menampung ide bahkan orang. Ini juga menyiratkan persaingan yang adil dan sehat.
“Mereka yang terpilih tidak akan merendahkan, dan mereka yang tidak terpilih akan menerimanya dengan hati terbuka dan terbuka,” kata aktivis Hapakat Bakumpai.
Nasrullah berkeyakinan bahwa dengan semangat sebangsa, sejawat, atau kampung halaman kita, tidak mungkin ada pilihan menang atau kalah. Apa artinya menang dengan saudaramu sendiri? Menang adalah pertarungan dengan orang luar, bukan dengan saudara sendiri.
Antropolog ULM Banjarmasin, Nasrullah (Foto Dokumentasi Pribadi)
“Seperti kata Pramoedya dalam Arus Balik (1995), “musuh itu dari luar, bukan dari dalam”, misalnya tim sepak bola Indonesia mengalahkan Thailand, begitulah namanya menang. pemilihan peserta dari Banua? tidak ada gunanya mempertimbangkan menang dan kalah, yang benar sudah terpilih atau belum terpilih,” kata Nasrullah.
Menurutnya, saat ini kebanyakan baliho caleg atau partai politik (parpol) bertuliskan “siap menang pemilu”, atau “menjadi pemenang”.
“Ketika kalah, mereka akan berusaha mencari kesalahan, bahkan mencari kambing hitam, sehingga yang dianggap menang juga akan kalah. Pada akhirnya pilkada menjadi pertarungan tanpa akhir, meski acara sudah selesai, pertarungan itu abadi, karena sudah ada di kepala, pilkada menang atau kalah,” tambah Nasrullah.