Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa Asia Tenggara harus dijaga agar tetap menjadi kawasan yang bebas senjata nuklir. Dia berpendapat bahwa saat ini, Asia Tenggara belum sepenuhnya aman karena masih terdapat negara-negara yang memiliki senjata nuklir. Retno menyoroti risiko tinggi penggunaan senjata nuklir dan mengungkapkan keprihatinannya terhadap negara-negara yang masih memegang doktrin militer berbasis senjata nuklir. Dia percaya bahwa keberadaan senjata nuklir akan mengancam kestabilan global.
Selain itu, Retno menekankan bahwa menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan adalah prioritas utama. Dia berpendapat bahwa ini adalah fondasi penting untuk membuat Asia Tenggara menjadi pusat pertumbuhan. Oleh karena itu, upaya untuk menjaga kawasan tetap bebas dari senjata nuklir sangatlah penting.
Isu nuklir juga menjadi salah satu topik utama dalam pertemuan para menteri luar negeri ASEAN. Mereka membahas kelanjutan perundingan tentang penandatanganan Protokol Perjanjian Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ Treaty). Retno menyatakan bahwa Traktat SEANWFZ telah berkontribusi dalam upaya pelucutan senjata global dan rejim non-proliferasi. Namun, dia menyayangkan bahwa sejak 25 tahun terakhir tidak ada negara pemilik senjata nuklir yang menandatangani Protokol Traktat tersebut.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Sidharto Suryodipuro menjelaskan bahwa isu pengembangan kapal selam bertenaga nuklir oleh aliansi AUKUS tidak akan dibahas dalam pertemuan menteri luar negeri. Menurutnya, fokus utama Komisi SEANWFZ adalah mengajak lima negara pemilik senjata nuklir untuk menandatangani protokol perjanjian kawasan bebas nuklir.
Traktat Asia Tenggara sebagai zona bebas nuklir ditandatangani oleh semua negara anggota ASEAN pada tahun 1995 di Bangkok. Dalam traktat tersebut, disebutkan bahwa negara-negara yang menandatangani tidak diperbolehkan mengembangkan, membuat, atau memiliki senjata nuklir, serta melakukan uji coba. Namun, perundingan ASEAN dengan negara-negara pemilik senjata nuklir terhenti pada tahun 2012 karena beberapa kendala.
Pengamat ASEAN dari Universitas Jenderal Ahmad Yani, Yohanes Sulaiman, menyatakan bahwa protokol tersebut memiliki arti simbolis yang penting. Menurutnya, ASEAN menunjukkan keterlibatannya dalam perdamaian dunia dan upaya mengurangi ketidakpercayaan di antara negara-negara pemilik senjata nuklir. Namun, dia menyoroti dua masalah utama yang membuat negara-negara pemilik nuklir enggan menandatangani protokol tersebut. Pertama, protokol tersebut memberikan negara-negara ASEAN kendali atas penggunaan senjata nuklir oleh negara pemiliknya. Kedua, definisi wilayah ASEAN masih belum jelas.
Dalam kesimpulannya, upaya menjaga kawasan Asia Tenggara bebas dari senjata nuklir merupakan langkah yang penting untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional. Meskipun terdapat beberapa kendala dalam perundingan dengan negara-negara pemilik senjata nuklir, ASEAN terus berkomitmen untuk mencapai tujuan ini.