LIMA Sastrawan Banua secara bergantian membacakan puisi karya ‘penyair’ Kalimantan Selatan dalam Mandarasi Puisi dan Puisi Banjar yang diselenggarakan oleh UPTD Taman Budaya Kalsel. Mereka adalah Arif Rahman dari Amuntai (Utara Hulu), Nailiya Hikmah dari Banjarmasin, MS Arif dari Tapin, M Rizani dari Tanah Laut dan Irma Suryani dari Banjarbaru.
Para ‘penyair’ ini menampilkan 3 puisi sastra Banjar di hadapan hadirin. Pagelaran ini menjawab keresahan para penggiat seni budaya Banua, ketika karya sastra yang mengandung kearifan lokal kerap terabaikan di pentas budaya di Kalimantan Selatan.
Misalnya, M Arif dari Rantau membawakan 2 puisi karya sastrawan senior Kalsel; YS.Agus Suseno. Seorang sastrawan nyentrik yang akrab di kalangan masyarakat budaya dan sastrawan bergelar Datu Tadung Mura (Tamur) tampil di atas panggung.
Puisi berjudul Kayuh Baimbai dan Sapuh Dapa di Masigit, serta puisi karya Noor Aini Cahaya Khairini berjudul Mangariau Naga dibacakan secara total oleh M Arif dengan intonasi tinggi dan rendah.
Suara menggelegar juga terdengar dari mulut Muhammad Nasir. Ia membacakan dua puisi karya sastrawan Kalimantan Selatan yang baru saja meninggal; Jamal T Suryanata berjudul Pembatangan dan Parigal Urang Bahari.
Sedangkan penulis asal Banjarbaru; Irma Suryani dengan gayanya yang unik menghadirkan 3 karya puisi dari tiga pengarang. Yakni, Habang Bijimata Manjanaki Banua (Ali Syamsuddin Arsi), Harum Tanah Banyu (Arsyad Indardi), Tulak Bala (Hatmiati Masy’ud).
Lain lagi dengan Nailiya Nikmah. Ia tampak konsentrasi penuh membawakan 3 puisi berjudul Mandi Basah karya Abdussukur MH), Sampuk Biar Bagulung Kawa (Abdurrahman El Husaini) dan Ada Masigit Dihatiku (Fahmi Wahid).
Tak mau kalah, Arif Rahman Heriansyah membawakan 2 puisinya sendiri. ‘Penyair’ dari Amuntai ini membacakan puisi berjudul Banua Dalam Ganggaman, dan Hadangi. Sebagai penutup, Kaina Ada Haja Dulatnya, puisi karya akademisi STKIP PGRI Banjarmasin Hatmiati Masy’ud dibacakan oleh Arif Rahman.
Puisi-puisi karya sastrawan Banua ini bercerita tentang kehidupan sosial dan budaya yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Kalimantan Selatan.
Bahkan, puisi Mangariau Naga yang dibacakan MS Arif telah meraih penghargaan dari berbagai kejuaraan daerah hingga tingkat nasional.
“Puisi Mangariau Naga ini merupakan puisi sastra Banjar yang menceritakan tentang penobatan Pangeran Samudera sebagai Raja Banjar,” cerita MS Arif. tracerekam.comJumat (26/5/2023) malam.
Ia mengungkapkan, berawal dari hobi, sejak dini ia gemar membaca dan menulis puisi, khususnya sastra Banjar, sehingga tetap membumi dan tak lekang oleh waktu.
“Memang sebagian besar tema sastra Banjar menggambarkan kondisi kehidupan masyarakat sehari-hari dan berkait dengan kondisi lingkungan,” kata Arif.
Ia berharap melalui pementasan puisi sastra Banjar dapat mengembangkan kembali karya-karya anak Banua.
“Sebab, di setiap bait puisi sastra Banjar mengandung makna. Saat ini, generasi muda atau generasi sekarang tidak lagi hanya tertarik dengan sastra Banjar. Kalau tidak dibacakan lagi, akan mudah lupa,” tambah Arif.