Rahmad Iriadi, Kepala Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Hulu Sungai Selatan (HSS) Rahmad Iriadi, mengakui peraturan daerah adat (Perda) itu unik dan membutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk menyelesaikannya.
“Perda ini murni aspirasi masyarakat adat, dan ini salah satu perda terunik yang pernah saya alami selama menjadi anggota DPR,” ujar Rahmad sebagai narasumber pada sosialisasi Perda No 1 Tahun 2022 Tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Hukum Adat, di Kandangan, Selasa.
Rahmad menjelaskan, sejarah dan alasan DPRD memprakarsai perda ini, karena saat itu beberapa tokoh masyarakat adat datang ke DPRD untuk menyampaikan aspirasinya.
Para tokoh adat meminta Perda tentang masyarakat adat, kebetulan saat itu Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan dan menyetujui bahwa hukum adat dijadikan semacam aturan.
“Dengan liku-liku lebih dari lima tahun, pada dasarnya mengakui keberadaan masyarakat hukum adat, dan yang jelas ada sinergi antara desa dan adat,” kata Rahmad, di pendopo wakil bupati.
Kemudian, Kepala Bagian Hukum Setda HSS, Fitri berharap ada kerjasama yang sinergis, baik perda di HSS maupun perda di Provinsi Kalsel.
Hal ini agar apa yang diinginkan oleh peraturan daerah tersebut dapat berdaya guna dan bermanfaat, khususnya bagi masyarakat adat di Kabupaten HSS.
“Peserta sosialisasi kita hari ini cukup jauh, paling tidak hari ini kita bisa mendapatkan gambaran dan informasi tentang perda ini disampaikan kepada masyarakat,” ujar Fitri.
Fitri menambahkan, meski secara tertulis undang-undang, undang-undang atau peraturan lainnya ketika sudah ditetapkan sudah diketahui oleh masyarakat, namun tanggung jawab pemerintah adalah sosialisasi dan ada tindak lanjutnya.
Sosialisasi tersebut menghadirkan Ketua Bapemperda DPRD HSS Rahmad Iriadi, juga Wakil Ketua Bapemperda HM Sadyi Masun, dan Sekretaris Dinas PMD HSS Syahril Sofian sebagai narasumber.
Sedangkan untuk peserta dari masyarakat Loksado, baik dari unsur kepala desa, lembaga adat, maupun tokoh masyarakat setempat.