Amuntai (ANTARA) – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Hulu Sungai Utara menggenjot penerimaan pajak dari sektor usaha Sarang Burung Walet, mengingat pada Oktober lalu penerimaan pajak dari jenis usaha ini masih jauh dari target.
Kepala Bapenda HSU Sugeng Riyadi di Amuntai, Selasa mengatakan, target penerimaan pajak Swallow sebesar Rp. 50.000.000, tetapi kenyataannya menjelang akhir tahun baru diterima sebesar Rp4.500.000.
“Tapi sekarang sudah ada kemajuan setelah kami berkunjung ke kecamatan. Alhamdulillah banyak pengusaha Walet yang kembali membayar pajak,” kata Sugeng.
Sugeng mengaku, HSu sempat menjadi sorotan dalam rapat koordinasi Bapenda se-Kalsel karena laporan pencapaian target pajak dan retribusi daerah tahun 2022 yang belum tercapai.
Ia melihat kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak masih rendah dan perlu ditingkatkan.
“Kabupaten Hulu Sungai Utara pernah menjadi kabupaten tertinggal, karena PAD-nya rendah dibandingkan belanja daerah,” ujarnya.
Meski banyak warga HSU, lanjutnya, yang kaya raya, kesadaran membayar pajak dan retribusi masih rendah.
Diakui Sugeng, Pendapatan Asli Daerah (PAD) HSU cukup kecil, sekitar Rp. 140 miliar per tahun, sedangkan belanja daerah bisa mencapai satu triliun rupiah per tahun, maka wajar jika HSU masuk dalam kategori kabupaten tertinggal.
“Sebenarnya bukan rakyatnya yang miskin tapi pendapatan asli daerahnya rendah, warga HSU banyak yang kaya termasuk pengusaha walet, tapi kesadaran membayar pajak masih perlu ditingkatkan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pelaporan dan Sistem Informasi Bapenda HSU H Muhammad Aripin mengatakan, berdasarkan data tahun 2019 terdapat 1.095 bangunan usaha Swallow yang dikelola masyarakat.
Bangunan usaha tersebut terbanyak berada di Kecamatan Paminggir sebanyak 361 unit, kemudian Danau Panggang sebanyak 149 unit dan Haur Gading 119 unit.
Kecamatan Babirik dan Amuntai Tengah masing-masing 78 buah, Kali Pandan 77 buah, Amuntai Utara 49 buah, Banjang 42 buah, Kali Tabuk 39 buah dan Amuntai Utara 11 buah.
Pada tahun 2015 jumlah bangunan usaha Walet hanya sekitar 397 namun hingga tahun 2019 jumlahnya meningkat drastis menjadi 1095 usaha sehingga menjadi salah satu potensi penerimaan dari sektor perpajakan.
Petugas Bapenda HSU sejak tahun 2012 telah mensosialisasikan pajak usaha walet kepada masyarakat yaitu Perda nomor 33 tahun 2011, namun faktanya masih sedikit pengusaha walet yang mengindahkannya.
Selama tahun 2020 dan 2021 Bapenda HSU mengalami kendala dalam melakukan sosialisasi karena keterbatasan anggaran dan pandemi COVID-19.
Sehingga pasca Pandemi COVID, Bapenda HSU dibantu pihak kepolisian dan kejaksaan kembali menyosialisasikan Perda nomor 16 Tahun 2021 dimana tarif pajak untuk usaha Burung Walet telah diturunkan dari angka 10 persen seperti yang diatur dalam Perda sebelumnya.
“Setiap panen kita pungut pajak, kalau panen kurang dari 10 kilogram kita pungut pajak 2,5 persen, kalau panen 10-20 kilogram retribusinya 5 persen, sedangkan kalau lebih dari 20 kg 7,5 persen. ,” kata Aripin.
Ia bersyukur menjelang akhir tahun 2022 penerimaan pajak dari bisnis Sarang Burung Walet sudah mulai merangkak naik hingga Rp37 juta dari bulan sebelumnya hanya Rp4,5 juta.
Namun, menjadi pekerjaan rumah bagi Bapenda HSU pada tahun 2023 untuk meningkatkan target penerimaan pajak dan retribusi melalui upaya memperluas objek pajak serta mengkaji pungutan dan tarif pajak.
Diakui Aripin, jika masih banyak wajib pajak Sarang Burung Walet yang belum menunaikan kewajiban pembayaran pajaknya, ada sanksi dalam Perda berupa tiga teguran.
“Kalau tetap tidak membayar pajak walet, kami serahkan ke kejaksaan untuk menjatuhkan sanksi administrasi pidana,” pungkasnya.