Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilakukan oleh umat Islam, terutama bagi orang-orang yang telah memiliki kemampuan secara lahir dan batin. Dalam ajaran Islam, batas waktu musim haji disebut dengan Miqat Zamani.
Shofiyun Nahidloh, dkk. dalam buku Kajian Fiqih menjelaskan makna miqat secara bahasa berarti ‘had’ atau batasan. Sementara menurut istilah syara’, miqat memiliki arti tempat dan waktu tertentu untuk melaksanakan ibadah tertentu.
Pada ibadah haji, miqat merupakan batasan waktu atau tempat yang sudah ditentukan untuk memulai ihram dalam melaksanakan ibadah haji. Adapun miqat dalam ibadah haji sebenarnya terdapat dua macam, yaitu miqat zamani dan miqat makani. Berikut penjelasannya.
Arti Miqat Zamani
Miqat zamani adalah batas waktu musim haji atau waktu sahnya diselenggarakan pekerjaan-pekerjaan haji.
Orang yang melaksanakan ibadah haji harus menunaikannya pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Artinya, ibadah haji tidak dapat dikerjakan di sembarang waktu.
Apabila seseorang menunaikan ibadah haji di luar batas waktunya, maka amalan ibadah hajinya menjadi tidak sah.
Hukum yang menyatakan bahwa menunaikan ibadah haji ada batas waktu musimnya juga tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 197, sebagaimana Allah SWT berfirman:
…اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ
Artinya: “(Musim) haji itu (berlangsung pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi.” (QS Al-Baqarah: 197).
Batas Waktu Musim Haji (Miqat Zamani)
Mengutip dari buku Fiqih Ibadah karya Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, batas waktu musim haji atau miqat zamani haji yaitu pada bulan Syawal, Dzul Qa’dah, dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Beberapa ulama memiliki perbedaan bulan Dzulhijjah, apakah semua bulan Dzulhijjah termasuk dalam bulan haji atau sepuluh hari dan bulan itu saja yang termasuk bulan haji? Dalam sumber yang sama dijelaskan, perbedaan pendapat para ulama ini terbagi menjadi tiga pendapat:
1. Pendapat Abu Hanifah dan Ahmad
Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa bulan-bulan haji hanyalah di bulan Syawal, Dzul Qa’dah, dan 10 hari bulan Dzulhijjah dengan memasukkan hari nahar atau tanggal 10 Dzulhijjah ke dalamnya. Padahal sudah maklum adanya apabila hari nahar bukanlah waktu pelaksanaan ritual-ritual haji.
2. Pendapat Imam Asy-Syafi’i
Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa bulan-bulan haji yaitu bulan Syawal dan Dzul Qa’dah ditambah dengan sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah, tanpa memasukkan hari nahar (10 Dzulhijjah) ke dalamnya. Hal ini dikarenakan pada tanggal 10 Dzulhijjah tersebut sudah tidak dibenarkan untuk memulai ritual-ritual haji.
3. Pendapat Imam Malik
Imam Malik berpandangan bahwa bulan-bulan haji ialah ketiga bulan tersebut, yaitu bulan Syawal, Dzul Qa’dah, dan bulan Dzulhijjah sebagaimana yang dianut oleh Umar bin Khattab RA.
Selain itu, Imam Malik memandang bulan-bulan tersebut dari dua aspek. Aspek pertama, yaitu hari yang di dalamnya ritual-ritual haji mulai dilaksanakan (sebelum hari nahar). Aspek kedua, yaitu meliputi hari yang tidak memungkinkan pelaksanaan ritual haji di dalamnya, yaitu setelah malam nahar.
Bahkan, ada pendapat yang mengutip pernyataan dari Imam Malik yang memakruhkan umrah di ketiga bulan haji ini.
Miqat Makani
Miqat makani adalah batas tempat untuk melakukan ihram haji menuju ke Makkah. Berdasarkan buku Bimbingan Lengkap Haji dan Umrah karya Ust. M. Syukron Maksum, miqat makani haji di antaranya terdiri dari:
- Zul Hulaifah atau Bir ‘Ali (450 km dari Makkah), yaitu bagi orang yang datang dari arah Madinah.
- Al-Juhfah atau Rabiq (204 km dari Makkah), yaitu bagi orang yang datang dari arah Suriah, Mesir, dan wilayah-wilayah Maghrib.
- Yamlam (sebuah gunung yang letaknya 94 km di selatan Makkah), yaitu bagi orang yang datang dari arah Yaman.
- Qarnul Manazil (94 km di Timur Makkah), yaitu bagi yang datang dari arah Nejd.
- Zatu Irqin (94 km di Timur Makkah), yaitu bagi yang datang dari arah Irak.
- Bagi orang yang tinggal di daerah Miqat, maka miqat hajinya adalah tempat tinggalnya. Begitu pula bagi penduduk Makkah atau orang dari luar negeri yang berada di Makkah, Miqatnya adalah tempat tinggalnya di Makkah.
Itulah penjelasan dari batas waktu musim haji atau miqat zamani beserta penjelasan batas tempat untuk melakukan ihram yang disebut miqat makani. Semoga informasi tersebut dapat bermanfaat bagi umat muslim yang hendak menunaikan ibadah haji.