REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH –Kini menunaikan umroh ke Tanah Suci semakin mudah. Banyak biro perjalanan umroh yang menawarkan program berangkat umroh dulu bayar belakangan. Artinya seroang jamaah dapat menunaikan ibadah umrah dengan utang atau biaya yang ditanggung terlebih dulu oleh travel. Setelah selesai menunaikan umroh dan kembali ke Tanah Air, jamaah tersebut mempunyai kewajiban untuk mengganti biaya tersebut sesuai perjanjian yang disepakati. Lalu apakah hukumnya program umroh dulu bayar belakangan? Apakah umrohnya sah? Lalu bagaimana memahami istitha’ah dalam program berangkat umroh dulu bayar belakangan?
Pendakwah yang juga Pimpinan Lembaga Peradaban Luhur, KH Rakhmad Zailani Kiki mengatakan dalam hukum Islam ada dua jenis utang. Pertama, utang yang memiliki jaminan untuk dapat membayarnya atau melunasinya. Jaminan tersebut dapat berupa aset bergerak seperti kendaraan, perhiasan berharga, deposito, dan lain sebagainya. Atau jaminan tersebut dapat berupa aset tidak bergerak seperti tanah, bangunan, dan lain-lain. Atau jaminannya berupa pendapatan tetap yang sudah pasti seperti gaji seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang semua jaminan tersebut nilainya sebanding dengan nilai utangnya. Atau ada orang lain, pihak lain, yang memberikan jaminan yang pasti (hiwalah) untuk melunasi utang umroh. Kedua, utang yang tidak memiliki jaminan untuk dapat membayarnya.
Maka kiai Kiki mengatakan dalam hukum Islam utang yang dibolehkan adalah yang memiliki jaminan untuk dapat membayarnya. Sedangkan utang yang harus dihindari sebisa mungkin bahkan bisa dihukumi makruh karena dapat mendzolimi diri sendiri dan orang yang mengurangi adalah utang yang tidak memiliki jaminan untuk dapat membayarnya. Kecuali utang tanpa jaminan itu untuk kebutuhan yang darurat, seperti untuk menjaga jiwa (hifdzunnafs) yang utangnya untuk membeli makanan dan minuman agar dapat menutupi rasa lapar dan dahaga yang sangat mengancam jiwa atau untuk menutupi aurat, maka hukumnya dibolehkan.
Maka menurut kiai Kiki berutang untuk menunaikan umrah diperbolehkan dan ibadah umrahnya sah. Kendati demikian dalam berutang sebaiknya disertai memberikan jaminan dan orang yang berumrah harus dapat membayar utang biaya umrahnya setelah kembali ke Tanah Air.
“Jika dikaitkan dengan ibadah umroh, utang yang dibolehkan untuk melaksanakan ibadah umroh adalah utang yang memiliki jaminan. Sedangkan utang yang tidak memiliki jaminan untuk melaksanakan ibadah umroh harus dihindari dan dihukumi makruh karena ibadah umroh bukan kebutuhan darurat yang harus dilaksanakan dan malah memberikan mafsadat kepada pelakunya. Bentuk mafsadatnya adalah setelah umroh, pelakunya dituntut, dikejar-kejar oleh pemberi utang yang menjadi teror bagi pelakunya ini karena tidak dapat memastikan atau bahkan tidak memiliki kemampuan lagi kapan bisa membayar atau melunasi utang umrohnya,” kata kiai Kiki kepada Republika belum lama ini
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: Jangan kalian meneror diri kalian sendiri, padahal sebelumnya kalian dalam keadaan aman. Para sahabat bertanya: Apakah itu, wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: Itulah utang! (HR. Ahmad, At Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir)
Karena itu menurut kiai Kiki pengertian istitha’ah dalam melaksanakan ibadah umroh adalah selain kemampuan fisik juga kemampuan untuk membayar biaya umrah. Dan jika biaya umrah berasal dari utang, harus memiliki kemampuan atau istitha’ah untuk melunasinya dengan adanya jaminan.
Maka menurutnya sepatutnya agen travel ketika menawarkan program umroh dengan utang atau umroh kredit melakukan penyaringan terhadap calon pesertanya dan harus menolak untuk meloloskan calon peserta yang tidak memiliki jaminan sama sekali untuk melunasi utang umrohnya demi kemashlahatan bersama.