SURYA.co.id – Peserta Program Kartu Prakerja Batch 2, Yumna Via Hasiany, menjadi salah satu peserta yang merasakan manfaat besar dari sertifikat pelatihan tersebut.
Berkat sertifikat kartu prakerja, Yumna selalu kebanjiran tawaran pekerjaan sebagai programmer.
Perempuan asal Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, itu kini bekerja mengisi salah satu pekerjaan yang masuk dalam kategori COL, yakni application and system developer.
“Berkat pelatihan Program Kartu Prakerja, saya mendapat keterampilan, mendapat sertifikat, terus mendapatkan pekerjaan sesuai keinginan saya,” ujarnya saat ditemui di acara Program Kartu Prakerja di Bali, dilansir dari ANTARA.
Wanita 25 tahun lulusan Fakultas Informatika Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, saat ini bekerja di sebuah bank swasta sebagai programmer untuk mobile banking.
Sebelum bekerja di perusahaan perbankan, beliau pernah bekerja sebagai web programmer di sebuah perusahaan logistik yang berlokasi di Jakarta Barat dan salah satu anak perusahaan Pertamina dengan berbekal sertifikat yang diperoleh dari pelatihan Kartu Prakerja.
Sertifikat kompetensi yang diperolehnya menjadi legitimasi (bukti pengakuan) atas prestasi kemampuannya, sehingga ia diterima bekerja di beberapa tempat, bahkan di tengah pandemi COVID-19, dimana situasi saat itu banyak pekerja yang justru di-PHK atau bahkan menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibatnya. bukan pandemi.
“Kartu prakerja pengaruhnya sangat besar, dari awal saya belum kerja di Jakarta, sudah dapat kerja jadi orang bilang kok bisa kerja di Jakarta. Sampai sekarang saya masih dapat tawaran kerja, ” dia berkata.
Menurutnya, skill menjadi salah satu faktor yang membuatnya banyak mendapat tawaran pekerjaan.
Peserta Program Kartu Prakerja lainnya, Natalie. Perempuan berusia 33 tahun itu kini aktif sebagai pembuat konten atau content creator di media sosial.
Peserta Program Kartu Prakerja Batch 21 memilih pelatihan content creator dan pelatihan bahasa mandarin.
Alasan memilih pelatihan tersebut karena ingin serius menjadi content creator yang mendapatkan penghasilan dari media sosial.
Sementara itu, ia memilih pelatihan bahasa Mandarin karena melihat penghasilan penerjemah bahasa asing yang tinggi.
Dari penghasilannya sebagai content creator ia bisa mendapatkan penghasilan minimal Rp 1 juta per bulan, mengingat posisinya masih di kategori nano influencer atau content creator yang memiliki 1.000 hingga 10.000 followers.