MATARAM-Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mendorong agar umat muslim di Indonesia lebih mengutamakan beribadah haji dibandingkan ibadah umrah. Ini sejalan dengan telah disepakatinya Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2023 sebesar Rp 90.050.637 per jamaah oleh Kementerian Agama RI bersama Komisi III DPR RI.
Dari biaya tersebut, besaran biaya yang dibebankan kepada jamaah hanya 55,3 persen atau Rp 49.812.700. Sedangkan 44,7 persen lainnya atau Rp 40.237.937 ditutup dari nilai manfaat hasil pengelolaan keuangan BPKH.
Anggota Komisi III DPR RI Nanang Samodra mengatakan, meskipun besaran biaya yang dibebankan kepada jamaah terjadi kenaikan, yakni rata-rata Rp 10 juta, diharapkan masyarakat khususnya di Pulau Lombok, NTB agar tetap menjaga niatnya untuk mengutamakan ibadah haji dibandingkan ibadah umrah.
“Haji hukumnya wajib bagi yang mampu, sedangkan umrah sunnah dan tidak akan menggugurkan kewajiban melakukan haji bagi umat yang sudah mampu. Idealnya tetap istiqamah mengantre haji, jika masih ada rezeki maka silakan saja sambil menunggu giliran melaksanakan ibadah haji,” terang Nanang di sela-sela sosialisasi strategi pengelolaan dan pengawasan keuangan haji dan BPIH 1444 Hijriah di Hotel Lombok Raya, Kota Mataram, Rabu (23/3).
Ia menjelaskan, jika dibandingkan tahun 2022, BPIH rata-rata telah turun dari sebesar Rp 98 juta. Sebagai upaya efisiensi biaya penyelenggaraan tanpa mengurangi pelayanan yang diberikan kepada jamaah.
Adapun besaran biaya yang dikenakan kepada jamaah tersebut, sambung Nanang, dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya untuk memenuhi syarat isthitaah dengan mengurangi besaran subsidi nilai manfaat yang semula mencapai hampir 60 persen.
“Selain itu hal ini dilakukan untuk menjaga keberlanjutan dan keadilan bagi 5,3 juta jamaah yang masih dalam daftar tunggu,” jelas politisi Demokrat tersebut.
Anggota Dewan Pengawas BPKH Ishfah Abidal Aziz mengatakan, pengelolaan keuangan haji oleh BPKH selalu berpegang pada prinsip syariah dan kehati-hatian. Dana yang dikelola saat ini mencapai Rp 166 triliun per Desember 2022 dengan proyeksi besaran nilai manfaat Rp 10,1 triliun.
“Saat ini pembagian proporsi nilai manfaat hampir 80 persen dialokasikan untuk membiayai jemaah yang berangkat, sementara jamaah tunggu hanya mendapatkan nilai manfaat 20 persen yang dibagi untuk 5,3 juta jamaah tunggu,” ungkapnya.
Ia berharap, pada masa yang akan datang, proporsi nilai manfaat untuk jamaah tunggu nantinya dapat lebih besar sehingga mendorong self financing pada waktunya. Tak hanya itu, Laporan Keuangan BPKH selama empat tahun berturut-turut mendapat predikat tertinggi yakni Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Dengan transformasi digital yang dilakukan, upaya BPKH menjadi lembaga yang prudent juga semakin nyata. Dimana jamaah tunggu dapat melihat saldo setorannya melalui BPKH.VA yang dapat di download pada aplikasi appstore dan android.
“Pembagian nilai manfaat ke rekening virtual jemaah tunggu akan diperhitungkan dalam pembayaran setoran lunas jamaah pada saat akan berangkat haji,” kata Ishfah.
Meski demikian, diharapkan kinerja BPKH akan terus meningkat dengan upaya investasi langsung dan investasi luar negeri. Sehingga mendapatkan nilai manfaat yang optimal dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian dan sustainibilitas keuangan haji. (ewi/r5)