Percepatan penurunan stunting di Kalimantan Selatan (Kalsel) perlu dilakukan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui sinergi berbagai pihak. Pesan itu mengemuka dalam siaran pers BKKBN Perwakilan Kalsel, DPRD Kalsel, Pemprov Kalsel, dan Bank Indonesia (BI) di kantor DPRD, Jumat.
Masalah stunting menjadi perhatian besar pemerintah, dan strategi untuk menekan angka stunting telah dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.72 Tahun 2011. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), Kalimantan Selatan merupakan provinsi dengan angka prevalensi stunting yang tinggi dari 30,0% pada tahun 2021 menjadi 24,6% pada tahun 2022. Namun demikian, angka prevalensi stunting di Kalimantan Selatan masih lebih tinggi dari rata-rata nasional. 24,4%.
Kepala Pelaksana Harian Perwakilan BKKBN Kalsel Sopyan mengatakan, ada lima pilar percepatan penurunan stunting, yakni komitmen dan visi kepemimpinan, kampanye nasional, dan komunikasi perubahan perilaku. Selanjutnya, konvergensi, koordinasi dan konsolidasi program pusat, daerah dan desa. Kemudian gizi dan ketahanan pangan, serta monitoring dan evaluasi.
Terkait pilar pertama, BKKBN mengapresiasi inisiatif DPRD Provinsi Kalsel yang saat ini sedang menyusun perda tentang stunting.
“Jika Raperda ini selesai, maka Kalsel akan menjadi provinsi pertama yang membuat perda tentang stunting. Oleh karena itu, dengan semangat Pentahelix, kami mengajak seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat umum untuk ikut mensukseskan program stunting, salah satunya adalah dengan mengikuti program BAAS,” kata Sopyan.
Ketua DPRD Kalsel H. Supian HK mengatakan, pihaknya sangat serius menangani masalah stunting. Saat ini DPRD sedang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) untuk mengatasi masalah stunting.
“Sebelumnya kami telah menggelar audiensi di kantor pusat BKKBN dalam rangka percepatan penyusunan Perda tentang stunting,” kata Supian.
Senada dengan itu, Kepala Perwakilan BI Kalsel Wahyu Pratomo mengatakan, dari sisi ekonomi makro, upaya penurunan stunting tidak lepas dari upaya pemberdayaan dan peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat.
“Hal ini sejalan dengan peran BI di daerah, yaitu mendukung pembangunan ekonomi daerah yang inklusif dan berkelanjutan. Oleh karena itu, BI berkomitmen mendukung penuh upaya pemberantasan stunting di Kalsel,” ujar Wahyu.
Dukungan BI untuk penanganan stunting tercakup dalam lima aspek. Kelima aspek tersebut adalah pengendalian inflasi, pemberdayaan UMKM, ekonomi digital, pengelolaan uang rupiah, dan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Semua aspek tersebut, kata Wahyu, bertujuan untuk memperkuat ketahanan dan mempercepat pemulihan ekonomi yang pada gilirannya akan berkontribusi pada penurunan angka stunting.
“Khusus untuk aspek terakhir, dalam lingkup kepedulian sosial, BI akan memprioritaskan penyalurannya ke lima daerah dengan prevalensi stunting tertinggi di Kalsel, yakni Barito Kuala, Kotabaru, Hulu Sungai Tengah, Balangan, dan Hulu Sungai Utara. ” kata Wahyu.
HAK CIPTA © Berita ANTARA Kalimantan Selatan 2023