Artikel ini membahas perbedaan pendapat antara Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula, Immanuel Richendryhot, dengan salah satu bawahannya, Wili Febri Ganda, mengenai status kasus Belanja Tidak Terduga (BTT) Covid-19 pada tahun 2020. Akademisi Hukum Unkhair Ternate, Aslan Hasan, menilai perbedaan pendapat tersebut sangat serius dan akan mencerminkan kurangnya keseriusan Kejari Kepulauan Sula dalam menangani kasus korupsi dana Covid-19. Sebelumnya, Immanuel Richendryhot menyatakan bahwa kasus tersebut telah ditingkatkan menjadi penyidikan, namun Wili Febri Ganda menyatakan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
Berdasarkan data yang dihimpun dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Maluku Utara, terdapat sejumlah masalah terkait dengan pengelolaan dana BTT Covid-19 tahun 2020. Ada 7 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mengelola dana tersebut dan terdapat 4 OPD yang diduga melakukan markup dengan total nilai sebesar Rp. 5.545.887.833. Selain itu, ada juga pengalihan dana yang seharusnya untuk penanganan Covid-19 ke pembangunan gedung yang ditemukan kerugian Negara sebesar Rp. 129.235.443,63.
Aslan Hasan menekankan bahwa Kejari Kepulauan Sula harus berhati-hati dalam menyampaikan proses dan progres kasus tersebut ke publik agar tidak terkesan tidak serius dalam menangani korupsi dana Covid-19. Jika jalur koordinasi pimpinan dan bawahannya tidak searah mengenai penanganan kasus, maka akan terlihat bahwa penanganan tersebut hanya main-main.
Perbedaan pendapat antara Kepala Kejaksaan Negeri dan tim penyidik adalah masalah serius dalam lembaga Kejari dan harus segera diselesaikan agar penanganan kasus korupsi dana Covid-19 menjadi lebih serius dan efektif. Dalam mengelola dana publik, transparansi dan akuntabilitas sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.