Fundamental Pundit
Susi Setiawati, CNBC Indonesia
Research
Senin, 03/04/2023 09:15 WIB
- Dalam menghasilkan laba bersih JARR dianggap kurang maksimal dengan NPM 0,89%.
- Permintaan pada minyak kelapa sawit turun sehingga harga CPO masih mengalami penurunan.
- Diketahui banyak pembeli beralih ke minyak kedelai dan minyak bunga matahari.
Jakarta, CNBC Indonesia – Hingga Februari 2023 impor minyak kelapa sawit India merosot 30%. Penurunan permintaan minyak kelapa sawit menyebabkan penurunan harga crude palm oil (CPO) secara global. Hingga akhir Maret 2023 harga CPO berada di level MYR 3.761/ton. Secara year to date harga CPO merosot nyaris 10%.
Salah satu emiten di komoditas CPO yakni PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) juga mengalami penurunan harga saham yang cukup dalam, secara year to date 2023 harga saham JARR merosot 18,24%. Pada perdagangan Jumat (31/3/2023) harga saham JARR di tutup di level Rp242 per lembar saham.
Diketahui JARR sudah listing di Bursa Efek Indonesia sejak 4 Agustus 2022 dengan harga IPO Rp300.
Bagaimana prospek JARR di kala suramnya prospek bisnis CPO? Mari simak.
Pertumbuhan laba
Laba bersih tahun berjalan JARR mengalami kenaikan 162% dimana pada tahun tahun 2021 mencatat laba Rp16 miliar dan pada tahun 2022 mencatat Rp42 miliar.
Kenaikan laba tersebut berasal dari kenaikan pendapatan JARR sebesar 659% dari Rp620 miliar pada tahun 2021 menjadi Rp4,7 triliun pada tahun 2022.
Jika melihat dalam catatan kaki pada laporan keuangan JARR, kenaikan pendapatan per 31 Desember 2022 berasal dari kenaikan penjualan bahan bakar nabati (biodiesel) dan tandan buah segar.
Rasio Keuangan
Secara harga kewajaran JARR sudah overvalued alias mahal dengan PBV di atas 1.
Dalam menghasilkan margin antara pendapatan dengan beban pokok pendapatannya atau Gross Profit Margin, JARR berada di angka yang cukup kecil hanya di 3,56% saja.
Dalam menghasilkan laba bersih pun secara Net Profit Margin hanya mampu menghasilkan 0,89% saja. Sehingga JARR harus mampu meningkatkan pendapatan dan mengurangi beban-bebannya agar dapat menghasilkan profit maksimal.
Secara Return On Equity (ROE) JARR menghasilkan 3,61%. Angka ini cukup kecil, masih berada di ROE ideal 8,32%. Menandakan bahwa dalam mengelola modal terhadap laba bersihnya masih kurang efisien.
Untuk Return On Asset (ROA) JARR berada di angka 1,39% saja. Angka ini masih jauh dari ROA ideal di 5,98%. Berarti dalam mengelola aset terhadap laba bersihnya JARR masih kurang efisien.
Secara Debt to Equity Ratio (DER) JARR berada di angka yang cukup tinggi di 160,08%. Berarti total hutang melebihi dari total modalnya, sehingga dalam kemampuan membayar hutang terhadap modalnya tidak mencukupi.
Diketahui pada laporan keuangan per Desember 2022 JARR terdapat peningkatan hutang jangka pendek pada pinjaman bank senilai Rp214 miliar dan peningkatan hutang jangka panjang pada liabilitas sewa senilai Rp717 juta.
Dan secara Cash Ratio (CR) JARR berada di angka yang cukup rendah di 32,82%. Dimana likuiditas JARR cukup kecil. Dalam kemampuan membayar kewajiban lancar terhadap aset lancarnya belum cukup baik.
Kompetitor
Jika disandingkan dengan tiga emiten perkebunan sawit lainnya, secara PBV JARR lebih mahal dibandingkan ketiganya dengan PBV di atas 1.
Secara sektoral, sektor komoditas sawit bisa terbilang murah jika berada di bawah PER 20. Sehingga PER JARR sudah mahal dibandingkan ketiga emiten lainnya.
Dalam menghasilkan laba bersih juga JARR kembali kalah dibandingkan ketiga emiten lainnya, dimana JARR hanya mampu menghasilkan NPM 0,89% saja.
Bisnis
PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) bergerak di bidang perkebunan dan industri pengolahan kelapa sawit. Perkebunan tersebut berlokasi di Tanah Bumbu dan Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, dengan total luas tanam 18.500 ha.
Mereka memproduksi minyak sawit mentah, metil ester asam lemak, minyak sawit penghilang bau yang diputihkan, gliserin mentah, dan produk turunan lainnya.
Prospek Bisnis
Harga CPO dari awal tahun 2023 hingga akhir Maret masih terkoreksi sekitar 2,71%. Penurunan CPO berasal dari kekhawatiran The Fed yang masih terus menaikkan suku bunga acuannya di tengah ketidakpastian ekonomi dan kejatuhan bank-bank. Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi sehingga menurunkan permintaan CPO.
Permintaan yang turun. Impor India merosot 30% pada bulan Februari 2023 dibanding bulan sebelumnya, terendah dalam delapan bulan. Diketahui India merupakan importir terbesar dalam komoditas CPO. Diketahui banyak pembeli beralih ke minyak kedelai dan minyak bunga matahari.
Beberapa pakar menyarankan untuk menghindari investasi di komoditas CPO. Melemahnya permintaan dan turunnya harga CPO membuat komoditas CPO kurang begitu menarik untuk di koleksi di tahun 2023.
Layak koleksi atau tidak?
Secara laba bersih JARR bertumbuh cukup baik dengan tumbuh 162% pada tahun 2022. Namun dalam menghasilkan laba bersih JARR masih terbilang cukup kecil dengan angka NPM hanya 0,89% saja. Tingginya beban-beban pada JARR dan kecilnya margin pada JARR yang masih menjadi perhatian Perseroan agar dapat memaksimalkan laba.
Selain valuasinya sudah mahal. Prospek bisnis CPO di tahun 2023 belum cukup baik dengan menurunnya harga komoditas CPO dan turunnya permintaan terhadap minya kelapa sawit. Sehingga untuk saat ini JARR tidak begitu menarik baik dari segi fundamental maupun bisnisnya.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(saw/saw)