BANJABARU – Pertanian di Kalimantan Selatan kurang baik. Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel mencatat produksi beras di provinsi ini turun 196,89 ribu ton pada 2022 kemarin.
Ahli Madya Statistik Fungsional BPS Kalsel, Fachri Ubadiyah mengatakan, produksi beras Januari hingga Desember 2022 hanya 819,42 ribu ton GKG (Gabah Kering Giling). Padahal tahun sebelumnya 2021 mencapai 1,02 juta ton GKG.
Jika dikonversi menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk setara dengan 484,83 ribu ton beras.
“Menurun 116,50 ribu ton atau 19,37 persen dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 601,33 ribu ton,” jelasnya dalam siaran pers kemarin (1/3).
Dilihat per wilayah, produksi beras terbanyak dihasilkan oleh Kabupaten Barito Kuala. “Petani di Batola tahun 2021 hingga 2022 mampu memproduksi 186.867 ton GKG,” ujarnya.
Sedangkan terbesar kedua dihasilkan oleh Kabupaten Banjar dengan produksi beras mencapai 129.050 ton GKG. “Terbesar ketiga adalah Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan 109.758 ton GKG,” ujarnya.
Dari mana angka produksi beras tersebut? Fachri menjawab, angka tersebut diperoleh dari perkalian luas panen (bersih) dan produktivitas.
“Luas panen tanaman padi di lahan sawah harus disesuaikan dengan besarnya koefisien pekarangan,” jelasnya.
Sedangkan untuk luas panen, berdasarkan hasil survey Area Sampling Framework (KSA), sepanjang tahun 2022 luas panen petani Banua mencapai 214,91 ribu hektar.
“Angka ini juga mengalami penurunan sebesar 39,35 ribu hektare atau 15,48 persen dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 254,26 ribu hektare,” jelasnya.
Perhitungan luas panen menggunakan metode KSA yang telah digunakan BPS sejak tahun 2018.
Untuk menyempurnakan perhitungan luas panen dengan metode KSA, BPS bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang kini telah melebur menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN).
“Kami juga bekerja sama dengan Badan Informasi dan Geospasial (BIG),” ujar Fachri.
Dijelaskannya, KSA ini memanfaatkan teknologi citra satelit yang berasal dari LAPAN dan digunakan BIG untuk mendelineasi peta standar sawah yang telah divalidasi dan ditetapkan oleh Kementerian ATR/BPN untuk memperkirakan luas panen padi.
Terkait penurunan produksi padi, kata Fachri, hal itu disebabkan oleh tingginya curah hujan yang mengakibatkan tanaman padi terendam.
“Selain itu, serangan hama tungro di sejumlah daerah yang merupakan sentra produksi padi,” katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Kalsel Syamsir Rahman tak menampik produksi beras turun hingga ratusan ribu ton.
Meski begitu, menurut dia, produksi beras masih surplus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kalsel.
Pasalnya, kebutuhan beras bagi 4,3 juta jiwa penduduk Kalsel hanya sekitar 400 ribu ton, sedangkan produksi tahun lalu hampir 500 ribu ton. (ris/gr/fud)