Kota Bekasi– Mendengar kabar dari salah seorang petugas haji daerah (PHD) asal Kota Bekasi yang diminta uang sebesar Rp30 juta untuk mengawal jemaah haji dari sejak keberangkatan sampai pulang ke tanah air.
Langsung direspon Anggota Komisi IV sekaligus sebagai Ketua DPC PPP Kota Bekasi, H.Sholihin. Menurut dia, Pemkot Bekasi dalam hal ini Dinas Sosial (Dinsos) harus menjelaskan kepada masyarakat untuk apa uang tersebut.
“Iya, untuk apa uang tersebut, bukannya sudah dianggarkan di APBD untuk petugas haji,”ucap pria yang akrab disapa Gus Shol ini pada inijabar.com. Selasa (14/3/2023).
Gus Shol mengaskan akan mempertanyakan hal tersebut pada Asda 2 bidang Pemerintahan Inayatullah.
[cut]
“Saya belum kontak Dinsos soal itu. Nanti saya tanyakan ke Asda 2 pak Inay,”janji Gus Shol.
Senada dikatakan Anggota Komisi IV dari Fraksi PAN Hj Evi Mafriningsianti, bahwa petugas haji dibiayai oleh negara.
“Petugas haji dibiayai okeh negara, kutipan tambahan biaya jelas tidak dibenarkan. Kita harus panggil Dinsos ni,”tegasnya.
Sekedar diketahui, salah satu petugas haji 2023, Nurhakim merasa keberatan dengan kebijakan Pemerintah Kota Bekasi yang meminta uang sebesar Rp30 juta per orang untuk bertugas mengawal jemaah dari pergi hingga pulang.
“Saya lulus seleksi petugas haji daerah nomor 251. Tapi setelah lulus diminta bayar uang tambahan Rp30 juta setiap orang oleh Pemda Kota Bekasi, yaitu oleh Kabag Kesos. Yang lulus dari Kota Bekasi ada delapan orang, semuanya diminta per orang uang Rp30 juta. Saya lebih memilih mundur gak mau bayar Rp30 juta,” tegasnya Nurhakim yang juga sekretaris MUI Kota Bekasi.
Menurut dia, tentu hal ini sangat disayangkan. Sebab kalau infonya sejak pertama ikut pendaftaran ada uang pembayaran tambahan Rp30 juta sebagai petugas haji daerah, tentu dia tidak akan ikut seleksi. Sebab, biaya yang sebenarnya ditanggung pemerintah.
[cut]
“Berbeda dengan daerah lain, setelah lulus seleksi mereka tidak diminta uang pembayaran lagi. Padahal, ketika tes kan udah mengeluarkan biaya tes ke asrama haji Indramayu. Belum lagi buat SKCK, kartu sehat, surat bebas narkotika dari rumah sakit, itu mengeluarkan biaya semuanya,” katanya lagi.
Yang jadi pertanyaan Nurhakim, kenapa PHD asal Kota Bekasi diperkenankan berangkat setelah menunaikan pembayaran Rp30 juta. “PHD bisa berangkat kalau mau bayar Rp30 juta. Ini khusus di Kota Bekasi yang minta uang tambahan itu Pemda Kota Bekasi,” tandasnya.
Nurhakim menjelaskan, pada 2020 lalu juga petugas haji dipungut per orang juga Rp8 juta. Sebanyak delapan orang. Nyatanya, hingga sekarang uangnya belum dikembalikan dan mereka juga belum berangkat hingga tahun ini.
“Sebagian akan berangkat tahun ini dan tetap dipungut lagi Rp30 juta. Padahal pungutan uang petugas tahun 2020 gak tahu uangnya kemana, sekarang 30 juta x 7 ditambah lagi Rp8 juta, sudah berapa tuh?” tanyanya