Martyasari RizkyCNBC Indonesia
Pasar
Minggu, 19/03/2023 21:35 WIB
Foto: Profesor ekonomi, Nouriel Roubini (REUTERS/Ruben Sprich)
Jakarta, CNBC Indonesia – Runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank di Amerika Serikat (AS) langsung menjadi sorotan dunia. Dari kejadian tersebut, banyak terjadi perbedaan pendapat antara para analis, ekonom, dan pelaku pasar terkait keruntuhan kedua bank tersebut. Ada yang bilang krisis perbankan akan menyebar, ada yang bilang tidak akan terjadi.
Ekonom Nouriel Roubini atau yang dikenal dengan sebutan “Dr Doom” alias “Dokter Kiamat” menyatakan, dalam kondisi saat ini emas merupakan salah satu aset investasi yang tepat.
Roubini menerima gelar tersebut setelah memprediksi krisis keuangan global 2008 dan benar-benar terjadi.
Kini ia memprediksi inflasi di Amerika Serikat akan tetap berada di kisaran 6%, sangat jauh dari target bank sentral AS (The Fed) sebesar 2%.
“Jika saya benar, tingkat inflasi rata-rata tidak akan menjadi 2%, tetapi 6%. Kemerosotan yang kita lihat tahun lalu di saham dan obligasi akan menjadi lebih parah dalam beberapa tahun ke depan,” kata Roubini dalam sebuah wawancara dengan CNN. , Minggu (19/3/2023).
Roubini mengatakan investor sekarang harus keluar dari saham dan obligasi, dan berinvestasi pada aset yang terlindungi dari inflasi seperti emas.
Ia melihat kondisi ekonomi saat ini mirip dengan tahun 2007/2008, dilihat dari tingginya utang negara dan korporasi. Ini bisa memicu krisis yang parah.
Bank sentral AS (The Fed) yang terus menaikkan suku bunga disebut-sebut menciptakan banyak ‘zombie company’, perusahaan yang terbentuk pada era suku bunga rendah, namun hingga kini belum mampu menghasilkan keuntungan untuk membayar utang.
“Banyak institusi zombie, rumah tangga zombie, perusahaan, bank, bank bayangan, dan negara zombie akan bangkrut akibat suku bunga yang terus meningkat,” kata Roubini Oktober lalu.
Perusahaan zombie telah disebutkan berkali-kali dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan-perusahaan ini berkembang pesat di era suku bunga rendah, biaya utang murah, namun belum mampu membukukan keuntungan atau membiayai utangnya.
Selain itu, Dr Doom melihat adanya risiko resesi yang terjadi bersamaan dengan stagflasi pada 1970-an dan 2008.
Dalam artikel Majalah Time yang diterbitkan Kamis (13/10/2022), Dr. Doom mengatakan dunia sedang menuju “kebangkrutan besar-besaran dan krisis keuangan yang berkepanjangan”.
Runtuhnya SVB dan Signature Bank membuat prediksi Dr Doom menjadi kenyataan. Tingkat suku bunga The Fed yang tinggi menjadi salah satu penyebab runtuhnya SVB. Banyak perusahaan startup menarik simpanan mereka di SVB karena kondisi saat ini mempersulit IPO. Penarikan dana yang ditempatkan di bank merupakan salah satu cara untuk menstabilkan kondisi keuangan.
Akibatnya, SVB menjadi kekurangan modal. Untuk menambah likuiditas, SVB menjual obligasinya meski harus merugi hingga US$ 1,8 miliar. Lagi-lagi, tingginya suku bunga The Fed menjadi biang keladi kerugian.
Suku bunga yang tinggi membuat harga obligasi AS (Treasury) saat ini turun, tercermin dari imbal hasil (yields) yang melonjak naik. Maklum, investor melihat bahwa penerbitan Treasury baru akan menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi, bahkan menempatkan deposito di bank dengan suku bunga yang lebih menarik.
Akibatnya, harga Treasury yang tersedia di pasar langsung turun, dan penjualan SVB mengakibatkan kerugian besar.
Masalahnya sekarang tidak hanya di Amerika Serikat, hampir semua negara menerapkan suku bunga tinggi. Apa yang terjadi pada SVB dan Signature Bank, tentunya juga bisa terjadi pada negara lain.
Terbukti, saat ini bank Credit Suisse sedang bergolak.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sudah mengingatkan dampak domino dari ambruknya bank-bank AS.
“Ada bank bangkrut di Amerika, Silicon Valley Bank. Semua orang ngeri ketika satu bank bangkrut. Dua hari kemudian bank berikutnya yang kolaps, Signature Bank, muncul lagi,” kata Jokowi dalam pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri. Jakarta, Rabu (15/3/2023). Presiden juga meminta semua pihak waspada mengingat besarnya dampak krisis perbankan.
“Semua negara saat ini sedang menunggu efek domino ke mana, oleh karena itu kita berhati-hati,” imbuhnya.
(demi)