KETUA DPRD Kota Banjarbaru Fadliansyah Akbar mengatakan, revisi Raperda RTRW menjadi Perda merupakan pembahasan yang paling lama, karena banyak aspek yang perlu diperhatikan.
“Mulai dari perkembangan wilayah kota, serta kondisi Kota Banjarbaru yang menjadi Ibukota Provinsi, serta menampung elemen masyarakat,” kata Fadliansyah.
Dengan Perda RTRW Banjarbaru Tahun 2023-2043 yang baru saja disahkan, Fadliansyah berharap dapat menjadi acuan dalam membangun wilayah Kota Banjarbaru.
“Dalam Perda RTRW ini sudah diatur pembangunan daerah seperti kawasan pemukiman dan juga sudah ada revisi kawasan industri. Karena sebelumnya ada kawasan industri yang berlokasi di pemukiman, maka dilakukan revisi agar pembangunan industri dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. ,” dia berkata.
Adapun Perda RTRW ini, selain pembangunan daerah, juga memuat kawasan pertanian. Fadliansyah menjelaskan, lahan lindung pertanian yang luasnya kurang dari 700 hektare, saat ini sedang digarap seluas 1.000 hektare.
“Kami juga memasukkan aspirasi warga Cempaka terkait penambangan rakyat atau pendulangan intan. Yang mana dalam pendulangan intan ini kami sertakan zonasi khusus di wilayah Cempaka yang memiliki perluasan dan dapat diakomodir dalam penambangan rakyat,” jelasnya.
Sementara itu, Wali Kota Banjarbaru Aditya Mufti Ariffin mengaku bersyukur Perda RTRW Kota Banjarbaru bisa disahkan melalui Rapat Paripurna DPRD Kota Banjarbaru.
“Raperda RTRW Kota Banjarbaru sudah diperjualbelikan. Memang banyak liku-liku yang dilalui hingga akhirnya disempurnakan,” ujarnya.
Terkait pertambangan rakyat yang sempat menjadi polemik, Aditya mengatakan Pemkot Banjarbaru ingin mengakomodir pertambangan rakyat.
“Ingin mengakomodir terkait pertambangan rakyat ini. Aspirasi ini muncul setelah lintas sektoral (linsek) di pusat, apalagi per sub maupun dari kementerian. Aspirasi dari pertambangan rakyat ini saja, kita tidak bisa berbuat banyak tapi kita dapat menjaga kearifan lokal yaitu pertambangan intan rakyat,” ujarnya.
Saat ini pun kajian masih terus dilakukan agar pertambangan rakyat tetap bisa berjalan.
“Dalam hal ini Perda RTRW hanya mengakomodir penambangan intan rakyat. Untuk izin galian A dan B menjadi kewenangan pusat, dan galian C kewenangan provinsi,” pungkasnya.