REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat sepak bola nasional Sigit Nugroho mendukung langkah Ketua Umum PSSI untuk menjalankan rekomendasi PSSI dan pemangku kepentingan sepak bola Indonesia, baik pemilik klub Liga 1 dan Liga 2 maupun pendukung dalam forum workshop yang beberapa kali digelar. Kemudian.
Menurut Sigit, upaya Erick Thohir untuk melakukan perubahan besar tidaklah mudah, selalu saja ada kritikan dalam perjalanannya dan hal tersebut wajar karena dia baru memulai. Maka, dia mendorong mantan bos Inter Milan itu untuk fokus bekerja demi kemajuan sepak bola Indonesia.
“Karena itu barang baru, tentu wajar ada pro dan kontra. Di luar, mayoritas menolak. Tapi kembali ke PSSI sebagai otoritas. Apapun yang mereka tetapkan, bisa dijalankan. Soal didukung atau dibanjiri kritik, itu soal lain,” kata Sigit Nugroho dalam keterangan persnya, Rabu (8/3/2023).
Sigit mengatakan, di era demokrasi saat ini selalu ada pro dan kontra, seperti kebijakan pembatasan pemain naturalisasi yang akhir-akhir ini menuai polemik. Padahal, ini adalah niat baik Erick Thohir yang pada prinsipnya ingin mencari keseimbangan dalam mengembangkan sepak bola Indonesia.
Tak hanya itu, Sigit juga menyatakan bahwa kesepakatan yang telah disepakati bersama dalam Workshop tersebut tentunya akan menuai kritik dari pihak luar. Namun, PSSI selaku operator utama sepak bola Indonesia dan Erick Thohir selaku Ketua Umum PSSI harus tegas menjalankan apapun yang menjadi keputusan bersama.
“Temanya (Lokakarya) adalah tentang peningkatan kualitas liga, dengan penggagas PSSI, melibatkan pemangku kepentingan sepak bola. Tentu itu niat baik. Memang ada juga pembicaraan memecah liga dengan pemekaran wilayah, lalu ada play off untuk tim yang urutannya tertentu (dilempar dari grup elite) tapi menurut mereka itu bagus,” ujarnya.
Sigit Nugroho mendukung gebrakan baru PSSI untuk memisahkan operator Liga 1 dan Liga 2 musim depan. Pasalnya, perlu ada penyegaran dan suasana kompetisi yang mendukung klub (Liga 2) untuk berkembang, baik dari segi bisnis maupun manajemen dalam siaran pertandingan.
“Mudah-mudahan liga ke depan bisa memenuhi ekspektasi publik sepakbola. Soal pemisahan operator Liga 1 dan 2, ini mutlak, jelas PT LIB mengabaikan Liga 2, karena fokus ke Liga 1. Apalagi, dana yang dialokasikan untuk mengelola Liga 2 berasal dari pendapatan PT LIB pada tahap Liga 1, akibatnya Liga 2 benar-benar tidak sehat,” terangnya.
Keinginan untuk memisahkan penyelenggara Liga 1 dan Liga 2 sudah lama disuarakan oleh para pemilik klub Liga 2, namun manajemen PSSI sebelumnya tidak menginginkannya, sehingga Liga 2 tetap mengikuti liga tersebut. “Klub menginginkan operator baru, tapi saat itu PSSI setuju untuk tetap memegang ‘buntut’ klub Liga 2,” jelasnya.
Soal nama liga baru, Sigit sebenarnya tidak mempermasalahkan asalkan nama dan sistem kepengurusan sepak bola Indonesia bisa diperbarui untuk kemajuan sepak bola Indonesia ke depan. “Tentang nama, mengutip William Shakespeare, apa arti sebuah nama. Namanya keren tapi mengelola liga amatir tidak ada gunanya,” ujarnya
Terkait keinginan stakeholder terhadap wasit berkualitas dan penggunaan teknologi VAR di Liga Indonesia membutuhkan waktu dan tahapan yang tidak singkat. Meski liga-liga di Asia Tenggara sudah menerapkannya, bagi Sigit, niat ke sana masih ada ketimbang tidak diperbaiki sama sekali.
“Setidaknya jika dibandingkan dengan Thailand atau Singapura yang hanya diikuti segelintir klub dan jumlah penontonnya juga terbatas. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” katanya.
“Bahkan saya mendengar penggunaan VAR dari komentar Pak Erick Thohir, mungkin tidak di liga terdekat, butuh waktu, mungkin biaya tinggi terkait dengan prioritas,” ujarnya.