BANJARBARU – Indeks Harga Konsumen (IHK) beras di Kabupaten Tapin melonjak tinggi. Hingga pekan ketiga Februari 2023, dari 147 kabupaten/kota se-Indonesia, Tapin masuk dalam 10 besar.
Hal itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Nurul Fajar Desira sebagai Asisten Perekonomian dan Keuangan Setda Kalsel. Terkait hal itu, pihaknya akan menindaklanjuti penyebab lonjakan tersebut.
“Harga beras di Tapin saat ini sedang tinggi. Jadi, pemantauan akan segera dilakukan di sejumlah lokasi dan ini akan menjadi catatan kami,” kata Nurul Fajar usai mengikuti rapat koordinasi pengendalian inflasi secara virtual bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang juga dihadiri pejabat daerah. pemerintah seluruh Indonesia, di ruang Puskoda Kalsel, Senin (27/2/2023).
Nurul Fajar menegaskan, tidak ada daerah lain di Kalsel selain Kabupaten Tapin yang mengalami kenaikan harga beras.
“Untuk kota/kabupaten lain di Kalsel Alhamdulillah tidak masuk dalam perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) beras yang tinggi. Jadi, hanya Tapin yang masuk dalam deretan nasional,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Kadin Kalsel Shinta Laksmi Dewi mengatakan, pihaknya siap mengajak Kadin lain untuk ambil bagian dalam mengatasi permasalahan beras di daerah.
“Kami sudah menandatangani kesepakatan (MoU) untuk membeli 100 ton beras dari Jawa Tengah dan kami berharap pasokan beras di Kalsel tetap terpenuhi,” kata Shinta.
Menindaklanjuti insiden kenaikan harga komoditas beras di Kalsel, pihaknya juga akan berupaya maksimal menekan inflasi.
“Tentunya ini juga sebagai langkah untuk mencegah pertumbuhan laju inflasi,” ujarnya.
Sementara itu, seorang petani asal Margasari, Rifa’i, mengaku saat ini wilayahnya banyak mengalami gagal panen akibat banjir. Sehingga, padi yang ditanam warga mengalami kerusakan.
“Biasanya dapat 25 karung sampai 1 ton, sekarang hanya dapat 10-12 karung, tidak hanya di wilayah Margasari, tapi dampak ini juga terdapat di Desa Pandahan. Rata-rata penyusutan sekarang sekitar 10 persen,” ujarnya.
Selain itu, desa yang terletak di Kecamatan Candi Laras, Kabupaten Tapin ini juga mengalami kekurangan pupuk dan pestisida di tingkat produsen. Barang yang didapat cukup membuat repot para petani.
“Kalaupun ada pasti mahal. Dulu harga yang dibeli sekitar Rp 60.000, sekarang rata-rata sudah mencapai Rp 125.000,” jelasnya.
Dari dampak itu, kata dia, harga gabah kering jenis Siam di wilayahnya sudah melebihi Rp. 13.000 – Rp. 14.000 per liter.
“Kalau berasnya sudah jadi, harga pasar bisa Rp 16.000 – Rp 17.000 per liter. Kalau ditanya untung juga bukan karena pupuk dan lain-lain meningkat, tapi dengan produksi yang menurun bagaimana nanti untuk investasi selanjutnya,” pungkasnya. .