Jakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas saham emiten pertambangan emas terpantau antusias pada perdagangan sesi I Jumat (17/3/2023), di tengah masih cerahnya harga emas acuan dunia pada perdagangan kemarin.
Hingga pukul 10.11 WIB, dari enam saham emas, hanya dua yang cenderung stagnan di sesi I hari ini. Bahkan secara mayoritas, saham emas sudah melesat lebih dari 1%.
Berikut pergerakan saham emiten pertambangan emas pada perdagangan sesi I hari ini.
Membagikan | Kode saham | Harga terakhir | Mengubah |
Sumber Daya Mineral Bumi | BRMS | 151 | 2,72% |
Berbagai Tambang | ANTM | 1835 | 2,23% |
Archi Indonesia | ARCI | 336 | 1,82% |
J Resources Asia Pasifik | PSAB | 92 | 1,10% |
Wilton Makmur Indonesia | SQMI | 61 | 0,00% |
Emas Tembaga Merdeka | MDKA | 3.850 | 0,00% |
Sumber: RTI
Saham emiten tambang emas Grup Bakrie yakni PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) memimpin penguatan pada sesi I perdagangan hari ini yang melonjak 2,72% ke posisi harga Rp 151/saham.
Selanjutnya ada emiten emas pelat merah yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang melesat 2,23% menjadi Rp 1.835/saham.
Namun, saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) cenderung stagnan di level Rp3.850/saham pada sesi pertama perdagangan hari ini.
Di tengah ketidakpastian terkait krisis perbankan global, harga emas acuan dunia masih positif. Pada penutupan perdagangan Kamis lalu, harga emas ditutup pada US$ 1.919,12 per troy ounce, naik tipis 0,05%.
Emas masih bergerak di level tertingginya dalam 2,5 bulan terakhir
Aksi kuat emas berlanjut pagi ini. Per pukul 06:40 WIB, harga emas berada di level US$ 1.921,35 per troy ounce atau menguat 0,12%.
Sejak Rabu lalu, emas terus menguat. Pengecualian terjadi pada hari Selasa minggu ini. Jika dihitung sejak Rabu lalu atau delapan hari terakhir, logam mulia telah terbang 5,98% atau hampir 6%.
Kenaikan harga emas masih ditopang oleh kekhawatiran pasar terhadap krisis perbankan. Krisis perbankan di Amerika Serikat (AS) berdampak pada Silicon Valley Bank (SVB), Silvergate Bank, dan Signature Bank.
Krisis menyebar ke Eropa dengan runtuhnya kinerja Credit Suisse. Krisis di bank berusia 167 tahun itu diperkirakan akan mereda setelah bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SNB) akan meminjamkan mereka US$54 miliar.
Gejolak krisis di Amerika juga diperkirakan akan melemah setelah 11 bank AS berkomitmen menginvestasikan US$ 30 miliar atau sekitar Rp 461,25 triliun di First Republic Bank. Dikhawatirkan bank tersebut akan menjadi ‘berikutnya’ SVB setelah sahamnya terus merosot.
Seperti SVB, First Republic Bank menghadapi penarikan besar-besaran karena penurunan kepercayaan pelanggan. Namun, bantuan kepada First Republic Bank dan Credit Suisse belum mampu sepenuhnya menghilangkan kekhawatiran pasar.
Apalagi Bank Sentral Eropa (ECB) pada Kamis malam saat Indonesia justru menaikkan suku bunga hingga 50 basis poin (bp), di tengah krisis perbankan.
“ECB benar-benar mengejutkan pasar dengan kenaikan sebesar 50 bps. Keputusan tersebut tidak terduga mengingat banyak bank yang tumbang akhir-akhir ini akibat suku bunga yang terlalu tinggi,” kata Jim Wycoff, analis Kitco Metals. Reuters.
Kekhawatiran ini kemudian membuat emas kembali dicari sebagai aset yang aman.
PENELITIAN CNBC INDONESIA
[email protected]
Penafian: Artikel ini merupakan produk jurnalistik berupa pandangan dari CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan untuk membujuk pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada pembaca, jadi kami tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Gokil, Cuan Merdeka Cooper (MDKA) Bergegas 279,3%! Bagaimana bisa?
(chd/chd)