Kandangan (ANTARA) – Ketua Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kandangan, Hulu Sungai Selatan (HSS), Nor Alia, mengatakan pengesahan RUU KUHP menjadi Undang-Undang (UU) masih perlu dilakukan. dikritisi, sehingga pembentukannya untuk kepentingan masyarakat.
Menurut dia, pengesahan itu tidak boleh membatasi hak rakyat untuk menyampaikan pendapat, kritik dan saran kepada pemerintah.
“Menyikapi RUU KUHP sebenarnya sejak tahun 2019 telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan mahasiswa, karena mengandung pasal karet yang multitafsir,” ujarnya saat memberikan keterangan kepada ANTARA, Selasa (13/12).
Baca juga: Wakil Kepala HSS luncurkan pelopor pemuda peduli stunting
Ia menjelaskan, pengesahan tersebut dikhawatirkan justru merugikan mahasiswa, aktivis HAM, jurnalis dan masyarakat pada umumnya yang menyuarakan kebenaran.
Menurut dia, alur persetujuan masih belum terbuka, terkait bagaimana dan kapan RUU KUHP disahkan, namun tiba-tiba pada 6 Desember disahkan menjadi undang-undang.
Jika dilihat dari apa yang telah disahkan oleh pemerintah bersama DPR, ditemukan masih terdapat pasal-pasal yang bermasalah, sehingga pihaknya berkomitmen untuk mengawal agar undang-undang dalam KUHP sesuai dengan misi pembentukannya.
Baca juga: Pengurus HSS KAHMI dan FORHATI periode 2022-2027 dilantik
“Setelah disahkan tidak bisa langsung dilaksanakan, tapi efektif 2025 dan masih ada waktu bagi kita untuk mengkritisi. Jangan batasi kritik publik dan tidak sejalan dengan semangat dekolonisasi di dalamnya,” ujarnya.
Pengesahan ini juga agar tidak membuat lembaga negara dan penyelenggara negara kebal hukum, namun diharapkan dapat memperkuat supremasi hukum dalam menegakkan keadilan.
Selain itu, pihaknya mengungkapkan, pasal pencemaran nama baik dulu ada di UU ITE dan sudah dihapuskan, tapi sekarang sudah ada di UU KUHP, persoalan seperti ini menjadi perhatian agar bisa ditinjau kembali sebelum berlaku efektif. diimplementasikan.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menepis anggapan dan tudingan bahwa pengesahan RUU KUHP dilakukan dengan tergesa-gesa.
“Ini tidak terburu-buru. Kalau cepat dikatakan buru-buru, kalau lambat dikatakan lambat. Jadi tidak ada terburu-buru,” ujar pria yang akrab disapa Eddy ini. usai Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, penyusunan RKUHP memakan waktu lama, yakni sudah bergulir sejak tahun 1963. “Ya coba jawab sendiri, yang 59 tahun itu buru-buru dijawab?” dia berkata.
Eddy juga menantang mereka yang masih tidak puas dengan KUHP yang baru disahkan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
“Kalau dibilang banyak, penolakannya berapa? Substansinya apa? Cepat datang ke kami, kami siap dan kami yakin ini sudah teruji penolakannya,” ujar Eddy.