- Banjir Yang Ini sering terjadi di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, merupakan dampak dari banjir rob. PKombinasi hujan di hulu sungai dengan pasang surut air laut menjadi penyebab utama terjadinya banjir.
- Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU)banjir yang terjadi di wilayah ini paling banyak berada pada di Distrik Sepakbolamulai tahun 2017-2019.
- Berdasarkan penelitian geologi, di dalam Kecamatan Sepaku mendominasi batupasir dan batulempung. Sifat batu lempung tidak dapat menyimpan air. Secara umum potensi bencana di wilayah Ibukota Nusantara adalah banjir.
- Berdasarkan data sekunder dari penelitian Andang Bahtiar, ditemukan patahan di wilayah Ibukota Nusantara dampak tanah longsor di beberapa daerah. Namun, kesalahan ini tidak ditemukan di KIPP (Wilayah Pemerintah Pusat).
Pandi (54) menatap kosong genangan air yang membasahi sawah. Warga Jalan Datu Nondol, Desa Sepaku, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, menjelaskan, tidak hanya sawah tapi akses jalan juga terputus. Masyarakat dan siswa sekolah terkena dampak dari kondisi ini.
“Sekolah ditutup dan perempuan tidak bisa pergi ke pasar. Saya tidak bisa pergi ke kebun, tinggal di rumah seharian,” katanya.
Banjir terjadi pada 17 Maret 2023, saat warga baru saja panen padi.
“Beras masih menumpuk di pinggir jalan, saat banjir datang semua hanyut,” jelasnya.
Sawah yang terendam ini tak jauh dari lokasi pembangunan Intake Sepaku, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih Ibu Kota Nusantara. Jaraknya hanya sepelemparan batu, dari jalan perumahan di pinggir sawah.
“Sebelumnya ada banjir rob. Hanya saja, durasi genangan mengikuti pasang surut. Sedangkan banjir sekarang hampir 24 jam,” imbuhnya.
Langganan banjir
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Penajam Paser Utara, banjir yang paling banyak terjadi di wilayah ini berada di Kecamatan Sepaku, dari tahun 2017-2019.
Lokasi banjir, sebagian besar di dekat Kawasan Inti Pemerintahan Pusat (KIPP) Ibu Kota Nusantara. Pada tahun 2017, dari 31 kejadian banjir, 14 diantaranya terjadi di Kecamatan Sepaku.
Pada tahun 2018, dari 21 kejadian banjir, sekitar 9 kejadian terjadi di Kecamatan Sepaku. Sedangkan pada tahun 2019, pada saat penetapan Sepaku sebagai Ibu Kota Negara Nusantara, satu dari 14 banjir terjadi di Sepaku.
Kepala Seksi Logistik BPBD Penajam Paser Utara Helena Legi menjelaskan, banjir yang kerap terjadi di Kecamatan Sepaku akibat banjir rob. Kombinasi hujan di hulu sungai dengan pasang surut air laut menjadi penyebab utama terjadinya banjir.
“Banjir sudah sering terjadi dan merupakan peristiwa tahunan. Itu juga tergantung situasi, yang waktunya tidak lama,” jelasnya.
Dominan Batu lempung
Bagaimana dengan studi geologi? Wisnu Ismunandar sudah dua kali meneliti sebaran batuan di kawasan Ibukota Nusantara.
Dosen Program Studi Teknik Geologi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur ini gencar meneliti kondisi batuan di Kabupaten Sepaku.
“Secara umum di Kecamatan Sepaku didominasi oleh batupasir dan batulempung. Namun juga ditemukan lapisan batugamping dan batubara. Untuk batugamping sangat cocok untuk konstruksi bangunan karena keras, sedangkan batubara yang siap ditambang letaknya cukup jauh dari kawasan inti,” jelasnya, Kamis (30/3/2023).
Secara umum berdasarkan kajian geologi, potensi bencana di wilayah Ibukota Nusantara adalah banjir. Hal ini disebabkan kenampakan bawah permukaan yang didominasi oleh lempung.
“Secara geometris ke bawah, batulempung lebih dominan dibandingkan batupasir. Sifat batulempung tidak bisa menyimpan air. Ini data primer yang saya dapatkan di lapangan.”
Beruntung, kata Wisnu, Kawasan Inti Pemerintah Pusat (KIPP) berada di perbukitan sehingga tidak terjadi banjir. Namun dampaknya tentu saja di daerah lain di sekitar IKN, yaitu di sekitar Teluk Balikpapan. Misalnya Desa Pemaluan yang rawan banjir.
“Di desa itu sering terjadi banjir dan separuh pemukiman warga terendam. Berdasarkan kajian geologis, penyebab banjir tersebut karena Desa Pemaluan merupakan daerah dataran rendah yang didominasi tanah liat.
Ancaman lain, berdasarkan studi geologi, adalah sulitnya air bersih.
“Airnya keruh dan airnya susah dibersihkan. Susah banget,” ujarnya.
Berdasarkan data sekunder dari penelitian Andang Bahtiar, ditemukan patahan di wilayah Ibu Kota Nusantara yang mengalami longsor di beberapa daerah. Namun, kesalahan ini tidak ditemukan di KIPP.
“Nanti mengancam akses jalan, karena rawan longsor,” ujarnya.
Banjir tahunan
Peneliti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim Yohana Tiko mengatakan, banjir kerap terjadi di Kecamatan Sepaku. Ia tak terlalu percaya dengan penuturan Presiden Joko Widodo yang menyebut kawasan IKN bebas bencana.
“Banjir di Sepaku sudah sering terjadi, bahkan banjir tahunan. Pemerintah harus mempertimbangkan hal ini sebelum menunjuk ibu kota baru,” jelasnya.
Agung Edy Setyawan dari Forest Watch Indonesia (FWI) mengatakan, pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur untuk menghindari bencana merupakan jalan pintas.
“Walaupun banjir yang terjadi di kawasan IKN saat ini sudah pernah terjadi sebelumnya, tentunya ada penyebab atau permasalahan yang belum terselesaikan.”
Agung menganalogikan banjir terus menerus di Jakarta, sebagai bukti bahwa ada masalah yang belum terselesaikan. Pemerintah, kata dia, lupa mengatur hulunya, yakni Daerah Aliran Sungai (DAS).
“Berbicara tentang banjir erat kaitannya dengan pengelolaan DAS secara holistik, dari hulu hingga hilir.”
Agung melihat pola penanganan seperti ini terulang di ibu kota baru. Pemerintah dengan badan-badannya yang berwenang hanya mengatur kawasan IKN.
“Harus ada langkah-langkah pengelolaan DAS, mulai dari hulu. IKN yang masuk DAS Riko Manggar, jangan hanya memperhatikan kawasan itu tapi juga bagian hulu dan semuanya.”
Berdasarkan data FWI, DAS Riko Manggar yang luasnya mencapai 220 ribu hektare hampir seluruhnya berada di kawasan IKN. Dari luasan tersebut, kata Agung, setengahnya sudah memiliki izin industri ekstraktif seperti kelapa sawit, HPH, dan HTI.
“Partisipasi masyarakat luas sangat penting untuk dilibatkan dalam penyusunan dan pembuatan undang-undang. Ini karena masyarakat yang terkena dampak langsung, terutama masyarakat di Sepaku,” ujarnya.
MaksimumKanan mitigasi
Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otoritas Ibukota Nusantara (OIKN) Myrna Asnawati Safitri menjelaskan mitigasi bencana dilakukan semaksimal mungkin. Ia mencontohkan pembangunan DAS Sanggai yang merupakan bagian dari penanggulangan banjir.
“Kementerian PUPR selesai pembangunannya tahun ini, ada semacam kolam retensi,” jelasnya.
DAS Sanggai berada di Zona 1A Kawasan Inti Pemerintah Pusat (KIPP).
“Ada semacam terasering yang ditumbuhi tanaman sebagai antisipasi longsor.”
Untuk mitigasi kebakaran hutan dan lahan, OIKN bekerjasama dengan instansi terkait di bidang kehutanan akan memantau titik api menggunakan satelit agar dapat diketahui dengan cepat.
“SOP (Standard Operating Procedure) bersama pencegahan kebakaran hutan dan lahan sedang dibuat.”
Myrna memastikan upaya mitigasi yang serius selalu dikedepankan saat merencanakan IKN.
“Latihan hati-hati. Saya tidak bisa jamin tidak ada bencana, tapi upaya maksimal akan terus dilakukan disertai evaluasi,” ujarnya.