MEDAN, Waspada.co.id – Performa IHSG akhir pekan ini telah pulih, setelah sempat terpuruk cukup dalam pada pekan perdagangan lalu. IHSG pekan ini ditutup di zona hijau dengan penguatan 1,71% di 6.678,24.
Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin, menjelaskan IHSG tidak menguat sendirian, karena sejumlah bursa saham di Asia juga diperdagangkan menguat akhir pekan ini, juga setelah sempat terpuruk cukup dalam sebelumnya.
“Mata uang rupiah memiliki nasib yang berbeda dengan IHSG. Meski sempat mengalami tekanan dan ditutup di teritori negatif. Namun, rupiah sendiri justru mampu menorehkan kinerja lebih baik, karena bangkrutnya sejumlah bank di AS yang merembet ke Eropa justru menjadi angin segar bagi rupiah,” jelasnya, Jumat (17/3).
Diketahui, rupiah diperdagangkan menguat di kisaran 15.357 per dolar AS pada sesi perdagangan Jumat sore.
“Di sisi lain, harga emas dunia mencatatkan kinerja yang sangat baik selama sepekan terakhir. Di mana akhir pekan ini harga emas berada di kisaran $1.928 per troy ounce. Kenaikan harga emas selama sepekan terakhir tentu menjadi kabar baik bagi pemilik emas. Saat ini harga emas diperdagangkan di kisaran 955 ribu per gram,” kata Gunawan.
Penguatan kinerja pasar keuangan akhir pekan lalu tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi pasar yang sudah pulih. Sejumlah permasalahan mendasar, seperti kebangkrutan yang terjadi pada bank-bank di Amerika Serikat dan Eropa, masih menyisakan kekhawatiran akan kemungkinan tekanan yang lebih besar atau kebangkrutan lain yang bisa terjadi.
“Saya melihat kinerja pasar saham yang menguat di akhir pekan ini lebih merupakan penguatan teknikal. Pasar saham sudah oversold, sehingga terjadi technical reversal di pasar saham. Namun secara fundamental pasar keuangan, khususnya saham, sedang melemah. tidak sepenuhnya bebas dari risiko kemungkinan kebangkrutan baru dalam sistem keuangan global,” ujarnya.
“Jadi dengan menguatnya kinerja pasar keuangan akhir pekan ini. Jadi sebenarnya kita kemudian menyimpulkan bahwa ancaman atau tekanan di pasar keuangan sudah hilang sama sekali,” jelasnya.
“Meski Indonesia tidak mengalami kebangkrutan seperti yang terjadi di perbankan AS. Namun, sentimen buruk yang terjadi di negara lain kerap menyebar dan menekan kinerja pasar keuangan di tanah air,” ujarnya. (wol/eco/d1)