PSSI mencanangkan rencana pengetatan kuota pemain naturalisasi di Liga 1 musim depan, yang dinilai sebagai bentuk diskriminasi dan pelanggaran HAM.
Persatuan Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) mengecam rencana PSSI membatasi jatah pemain naturalisasi yang bisa direkrut setiap klub Liga 1 musim depan. Mereka melabelinya sebagai bentuk pelanggaran HAM.
Jelang musim baru Liga 1 yang rencananya akan berganti nama menjadi Liga Indonesia, PSSI mencanangkan beberapa wacana perubahan aturan di Workshop Sepakbola Indonesia di Surabaya, Sabtu (4/3) kemarin.
Salah satunya pengetatan kuota pemain naturalisasi. Jika disepakati, maka klub peserta Liga 1 hanya boleh mendaftarkan DUA pemain naturalisasi dalam satu musim.
PSSI melanggar HAM?
Wacana ini menuai kecaman dari berbagai pihak, salah satunya APPI yang mencapnya sebagai pelanggaran HAM.
“Pembatasan pemain naturalisasi merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),” tulis keterangan resmi APPI yang dirilis Senin (6/3).
“Setelah seseorang dinyatakan sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), ia harus mendapatkan hak yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.”
“Ini tidak sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Pemain dan Kebijakan Hak Asasi Manusia FIFA.”
“Kalau naturalisasi dianggap polemik di sepak bola nasional, perlu dicari solusi terbaik dan tidak membatasi jumlah di masing-masing tim,” lanjut APPI.
Konyolnya, PSSI malah berencana menambah porsi pemain asing. Saat ini klub Liga 1 bisa mendaftarkan empat pemain asing dengan skema 3+1, yakni tiga pemain asing dari mana saja, dan satu harus dari Asia Tenggara. Rencananya, PSSI akan menambah kuota menjadi 4+1.
Praktis, APPI mempertanyakan tujuan pembatasan pemain naturalisasi. Jika itu dilakukan untuk lebih mengembangkan pemain lokal, maka penambahan pemain asing bertentangan dengan itu.
Sentuh naturalisasi pemain
Pemain naturalisasi Indonesia pun angkat bicara mengkritik wacana ini. Gelandang Borneo FC, Stefano Lilipaly, keturunan pemain yang sebelumnya memiliki paspor Belanda, menyerukan pukulan keras melawan PSSI.
“Saat bermain untuk timnas, kami adalah orang Indonesia. Saat bermain di liga, kami adalah orang-orang yang ‘dinaturalisasi’,” tulis pemain yang akrab disapa Fano itu melalui Instagram disertai emoji tertawa.
Marc Klok, pemain kelahiran Belanda yang menjadi warga negara Indonesia pada November 2020, melakukan protes serupa. Ia menilai aturan tersebut mendiskriminasi pemain naturalisasi yang telah bersumpah setia kepada Indonesia.
“Kami adalah warga negara Indonesia, dan semua warga negara Indonesia harus memiliki hak yang sama, tetapi kami merasa peraturan ini mendiskriminasi kami sebagai warga negara naturalisasi,” tulis Klok di Instagram pribadinya.
“Kami memilih Indonesia karena kami mencintai negara ini dan berkomitmen untuk menjadi bagian dari komunitas sepakbola di sini.”
“Kami berharap liga persahabatan untuk semua pemain, terlepas dari asal dan latar belakangnya,” pungkas gelandang Persib Bandung itu.